STRATEGI
BELAJAR MENGAJAR FISIKA
“Menguasai Prinsip-Prinsip dan Prosedural
Penggunaan Pendekatan Dalam Pembelajaran”
Dosen Pengampu :
Drs. M. Hidayat, M.Pd
Nama : Bs. Dita Fitri
Nim
: A1C317054
Kelas
: Reguler A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MATERMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2018
A. Pendekatan
Kontekstual
Pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme (Constructivism),
bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic
Assesment).
Lima Elemen
Belajar yang Konstruktivistik
Menurut Zahorik (1955: 14-22) ada
lima elemen yang harus diperhatikan dalam
praktek pembelajaran kontekstual,
yaitu :
1) Pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activating knowledge)
2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring
knowledge) dengan cara
mempelajari secara keseluruhan
dulu, kemudian memperhatikan
detailnya.
3) Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), yakni dengan
cara menyusun (1) konsep
sementara (hipotesis) (2) Melakukan
sharing kepada orang
lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas
dasar tanggapan itu (3) konsep
tersebut direvisi dan dikembangkan.
4) Mempraktekan pengetahuan dan
pengalaman tersebut (applying
knowledge).
5) Melakukan refleksi (reflecting
knowledge) terhadap strategi
pengembangan
pengetahuan tersebut.
Menurut Sanjaya
(2008: 255) dalam Jurnal Rosita, dkk
(2015: 546-547) ( Conteks-tual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
strategi pembelajaran yang menekankan proses keterlibatan siswa secara
menyeluruh untuk menemukan materi dan menghubungkannya dengan situasi nyata
sehari-hari yaitu ling-kungannya, sehingga mendorong sisa dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka. Pendekatan kontekstual bukan hanya mendengarkan dan
mencatat, tetapi merupakan proses pencairan pengalaman secara langsung. Melalui
proses ini siswa tidak hanya mengem-bangkan aspek kognitif saja, tetapi juga
mengembangkan aspek afektif dan psikomotor.
Selain itu Sanjaya (2008: 256) juga mengemukakan bahwa pembelajaran
dengan pendekatan Kontekstual (CTL) mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
1.
Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses
pengaktifan penge-tahuan yang sudah ada (activiting knowledge;
2.
Pembelajaran yang Kon-tekstual adalah belajar
dalam rangka memperoleh dan menambah penge-tahuan baru (acquiring knowledge);
3.
Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge) artinya pe-ngetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi
untuk dipahami dan diyakini;
4.
Mempraktikkan pengetahuan dan peng-alaman
tersebut (applyng knowledge)
5.
Melakukan refleksi (reflecting know-ledge) terhadap
strategi pengembangan pengetahuan
Kelebihan pendekatan Kontekstual, antara lain: (1) pembelajaran menjadi lebih bermakna
dan riil, karena peserta didik dapat menangkap hubung-an antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata, (2) pembelajar-an lebih produktif
dan mampu menum-buhkan penguatan konsep kepada siswa, (3) guru lebih intensif
dalam mem-bimbing siswa, karena guru tidak lagi berperan sebagai pusat
informasi me-lainkan pengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk me-nemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa, (4) guru
mem-berikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide-ide dan mengajak siswa meng-gunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Selain itu adapun kekurangan pendekatan
pembelajaran Kontekstual antara lain;
dalam pemilihan informasi atau materi di kelas didasarkan pada kebutuhan siswa
pada-hal dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehingga guru
akan kesulitan dalam menentukan materi pelajaran karena menerapkan sendiri
ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan sadar menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini
tentu-nya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajran sesuai dengan apa yang diterapakan semula.
Strategi
Pengajaran yang Berasosiasi dengan CTL
·
CBSA
·
Pendekatan
Proses
·
Life
Skills Education
·
Authentic
Instruction
·
Inquiry
Based Learning
·
Problem
Based Learning
·
Cooperative
Learning
·
Service
Learning
Lima Elemen Belajar
yang Konstruktivistik
Ada lima elemen
yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu :
a.
Pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
b.
Pemerolehan
pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara
keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
c.
Pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge), yakni dengan cara menyusun (1)
konsep sementara (hipotesis) (2) Melakukan sharing kepada orang
lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3)
konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.4) Mempraktekan pengetahuan dan
pengalaman tersebut (applying knowledge). 5) Melakukan refleksi (reflecting
knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Penerapan
Pendekatan Konstektual di Kelas
Pendekatan CTL
mempunyai tujuah komponen utama, yaitu : konstruktivisme (Constructivism),
bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic
Assesment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika
menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan untuk itu
melaksanakan hal itu tidak sulit. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa
saja, bidang studi apa saja, dan kelas yangbagaimanapun keadaannya. Penerapan
CTL dalam konteks kelas cukup mudah. Secara garis besar langkahnya adalah
sebagai berikut :
1) Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi
sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2) Laksanakan
sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua toppik.
3) Kembangkan
sifat ingin tahu sisws dengan bertanya.
4) Ciptakan
masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5) Hadirkan
model sebagai contoh pembelajaran
6) Lakukan
refleksi di akhir pertemuan.
7) Lakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
B.
Pendekatan
saintifik
Menurut
Ine (2015:271-271) Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana dan proses belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendekatan
scientific merupakan pendekatan dalam proses pembelajaran yang mengintegrasikan
keterampilan sains yaitu mencari tahu sendiri fakta-fakta dan pengetahuan yang
dikaitkan dengan materi pembelajaran. Pembelajaran saintifik merupakan
pembelajaran yang mengadopsi
langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.
Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya
kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan
berpikir kreatif siswa. Pendekatan scientific lebih menekankan kepada peserta
didik sebagai subjek belajar yang harus dilibatkan secara aktif.
Metode
scientific sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori
Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar
penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner Pertama,
individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan
pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses
penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan
suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari
teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk
melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat
retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif
yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode scientific.
Teori
Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan
skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur
kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema tidak pernah berhenti berubah,
skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang
menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses
terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan
akomodasi. Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi
apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau
tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara
tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
mampu. (Nur dan Wikandari, 2000:4).
Tujuan
pembelajaran dengan pendekatan scientific didasarkan pada keunggulan pendekatan
tersebut. Beberapa tujuan Pembelajaran dengan pendekatan scientific adalah:
·
Untuk
meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa.
·
Untuk
membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
·
Terciptanya
kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu
kebutuhan.
·
Diperolehnya
hasil belajar yang tinggi.
·
Untuk
melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel
ilmiah. Penerapan Pendekatan Scientific… (Maria Emanuela Ine)
·
Untuk
mengembangkan karakter siswa. Suatu pengetahuan ilmiah hanya dapat diperoleh
dari metode ilmiah.
Metode
ilmiah pada dasarnya memandang fenomena khusus (unik) dengan kajian spesifik
dan detail untuk kemudian merumuskan pada simpulan. Demikian diperlukan adanya
penalaran dalam rangka pencarian (penemuan). Untuk dapat disebut ilmiah, metode
pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang
dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang
spesifik.
Oleh
karena itu, penerapan pendekatan ilmiah memiliki beberapa kriteria yang harus
dipenuhi di antaranya adalah sebagai berikut.
·
Materi
pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan
logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda,
atau dongeng semata.
·
Penjelasan
guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka
yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur
berpikir logis.
·
Mendorong
dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi
pembelajaran.
·
Mendorong
dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan,
kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
·
Mendorong
dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola
berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
·
Berbasis
pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
·
Tujuan
pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya
Sumber :
Ine. 2015. Penerapan Pendekatan Scientific Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Pokok Bahasan
Pasar. Proseding Seminar nasional.
Rosita, dkk. 2015. Penerapan
Pendekatan Kontekstual Dalam Peningkatan Pembelajaran Ipa Pada Siswa Kelas Vi
Sdn 2 Kalirejo Kecamatan Karanggayam Tahun Ajaran 2014/2015.Vol 05. No. 01.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar