Jumat, 21 September 2018

Menganalisis Komponen Pembelajaran


STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA
 “Menganalisis Komponen Pembelajaran”

Dosen Pengampu :

Drs. M. Hidayat, M.Pd

Nama : Bs. Dita Fitri
Nim : A1C317054
Kelas : Reguler A




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATERMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018


A.    Krakteristik Siswa
1.      Perkembangan Anak
Ada beberapa Tahap perkembangan anak menurut para ahli yaitu:
a.       Jean Jacques Rousseau, Tahap perkembangan anak ada 4 yaitu:
-          Masa bayi infancy (0-2 tahun). Dimana Pertumbuhan fisik lebih dominan
-           2) Masa anak / childhood (2-12 tahun) dimana Berkembangnya kemampuan pada anak untuk berbicara, berpikir, intelektual, moral, dll. 
-          3) Masa remaja awal / pubescence (12-15 tahun) Perkembangan pada anak pesat baik intelektual maupun kemampuan bernalar
-          4) Masa remaja / adolescence (15-25 tahun) dimana, perkembangan pesat pada aspek seksual, social, moral, dan nurani
b.      Stanley Hard, Perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal bagian dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan psikologis, namun demikian, faktor lingkungan dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan tsb.
Tahap perkembangan:
1) Masa kanak-kanak / infancy (0-4 tahun)
Perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu melata atau berjalan. 
2) Masa anak / childhood (4-8 tahun)
Anak haus akan pemahaman lingkungannya, sehingga akan berburu kemanapun, mempelajari lingkungan sekitarnya.
3) Masa puber / youth 8-12 tahun)
Anak tumbuh dan berkembang tetapi sbg makhluk yang belum beradab
4) Masa remaja / adolescence (12 – dewasa)
Pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia beradab yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu berubah.
2.      Perkembangan Kognitif
Perkembangan kongnitif meliputi perubahan pada aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pemikiran, ingatan, keterampilan berbahasa, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologi yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. Periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia peserta didik  SMP, merupakan ‘period of formal operation’.
Pada usia ini, yang berkembang pada peserta didik  adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang visual.
Peserta didik  telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya dalam pembelajaran, bahwa belajar akan bermakna kalau input (materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat peserta didik.
Pembelajaran  akan berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik peserta didik  sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
Tujuh kecerdasan Multiple Intelligences dlm perkembangan Kognitif yaitu:
1)      kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional),
2)      kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir runtut),
3)      kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama),
4)      kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas),
5)      kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus),
6)      kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan rasa jati diri),
7)      kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain).
Tahap Perkembangan Kognitif menurut Jean Piaget yaitu ada 4:
a.       Tahap sensorimotorik (0-2 tahun). Kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja.
b.      Tahap praoperasional (2-4 tahun) . Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berpikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas.
  1. Tahap operasional konkrit (7-11 tahun) Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi.
  2. Tahap operasional formal (11-15 tahun) Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berpikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah.


3.      Perkembangan Moral Kognitif
Perkembangan moral kognitif menurut Lawrence Kohlberg, Kemampuan kognitif moral seseorang dapat diukur dengan menghadapkannya dengan dilemma moral hipotesis yang berkaitan dengan kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban moral.Menurut Kohlberg perkembangan kognitif anak terdiri atas 3 yaitu
a.       Preconventional moral reasoning
-          Obedience and paunisment orientation
Pada tahap ini, orientasi anak masih pada konsekuensi fisik dari perbuatan benar-salahnya,hukuman dan kepatuhan
-          Naively egoistic orientation
Pada tahap ini, orientasi pada instrument relative.
b.      Conventional moral reasoning
-          Good boy Orientation
Pada tahap ini, orientasi perbuatan yang baik adalah yang menyenangkan, membantu, atau disepekati oleh orang lain.
-          Authority and social order maintenance orientation
Pada tahap ini orientasi anak adalah pada aturan dan hukum. Hukum dan perintah penguasa adalah mutlak dan final.
c.       Post conventional moral reasoning
-          Contractual legalistic orientation
Pada tahap ini, orientasi anak pada legalitas kontrak sosial. Anak mulai peduli pada hak asasi individu, dan yang baik.
-          Conscience or principle orientation
Pada tahap ini, orientasi adalah prinsip-prinsip ertika yang bersifat universal.
4.      Perkembangan fisik siswa.
Menurut Prastywan (2011:55-56) Perkembangan motor (fisik) siswa Perkembangan motor (motor development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skills). Terdapat empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak yang juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya. Keempat faktor itu sebagai berikut:
a.       Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf
Pertumbuhan dan perkembangan kemampuannya membuat intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan menibulkan pola tingkah laku yang baru. Semakin baik perkembangan kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beragam pula pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Akan tetapi organ sitem syaraf ini lain dari yang lain, karena apabila rusak tidak dapat diganti atau tumbuh lagi.
b.      Pertumbuhan otot-otot
Otot merupakan jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut. Diantara fungsi-fungsi pokoknya adalah sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan. Peningkatan tegangan otot anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini sangat tampak dari anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
c.       Perkembangan dan pertumbuhan fungsi kelenjar endokrin.
Kelenjar adalah alat tubuh yang mengahasilkan cairan atau getah, seperti kelenjar keringat. Perubahan fungsi dari kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan ini dapat berupa seringnya bekerja sama dalam belajar atau beolah raga, perubahan pola perilaku yang bermaksud menarik perhatian lawan jenis, berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain.
d.      Perubahan struktur jasmani
Semakin meningkat usia anak maka akan semakin menigkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Pengaruh perubahan fisik seorang siswa juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self-concept) siswa tersebut.
5.      Perkembangan Emosi Siswa
Campos mendefinisikan emosi sebagai perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang berada dalam suatu keadaan yang dianggap penting oleh individu tersebut. Emosi diwakilkan oleh perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami. Emosi dapat ber bentuk rasa senang, takut, marah, dan sebagainya.
Karekteristik emosi pada anak itu antara lain; (1) Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba; (2) Terlihat lebih hebat atau kuat; (3) Bersifat sementara atau dangkal; (4) Lebih sering terjadi; (5) Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya, dan (6) Reaksi mencerminkan individualitas. Emosi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, emosi positif maupun negatif. Santrock mengungkapkan bahwa emosi dipengaruhi oleh dasar biologis dan juga pengalaman masa lalu. Terutama ekspresi wajah dari emosi, disini dituliskan bahwa emosi dasar seperti bahagia, terkejut, marah, dan takut memiliki ekspresi wajah yang sama pada budaya yang berbeda (Nurmalitasari, 2015:105-106)
6.      Karakteristik Siswa
Guru yang memiliki peran sentral dalam pembelajaran secara langsung diharuskan untuk mengetahui karakteristik atau keadaan yang sebenarnya terjadi pada siswa. Dengan demikian, guru dapat mengantisipasi juga mengatasi adanya pengaruh buruk yang mungkin muncul dan berakibat negatif bagi pembelajaran. Identifikasi terhadap keadaan dan kondisi siswa baik untuk masing-masing individu maupun keseluruhan mutlak diperlukan yang digunakan untuk pengambilan langkah dan perlakuan terutama pemilihan strategi, model, media, dan komponen penyusun pembelajaran lainnya.
terdapat beberapa hal karakteristik atau keadaan yang ada pada siswa yang perlu diperhatikan guru yaitu:
-          Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal siswa. Misalnya adalah kemampuan intelektual, kemampuan berpikir, dan lain-lain.
-          Karakteristik atau keadaan siswa yang berkenaan dengan latar belakang dan status sosial.
-          Karakteristik atau keadaan siswa yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.
-          Terjadinya ketidakseimbangan proposi tinggi dan berat badan.
-          Mulai timbulnya ciri – ciri seks sekunder
-          Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan untuk bebas dari dominasi dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua
-          Senang membandingkan kaedah – kaedah, nilai – nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa
-          Terjadinya ketidakseimbangan proposi tinggi dan berat badan.
-          Mulai timbulnya ciri – ciri seks sekunder
-          Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan untuk bebas dari dominasi dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua
-          Senang membandingkan kaedah – kaedah, nilai – nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
B.     Karakteristik Pembelajaran
Menurut Shafa (2017:6-7) Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga sasaran pendidikan ini sesungguhnya lebih dikenal dengan domain pembelajaran. Terjadi perbedaan tentang berapa domain pembelajaran ini. Menurut Gage dan Briggs, ada lima ranah atau domain yang terkait dengan sasaran pembelajaran yaitu intelectual skill, cognitives strategies, verbalinformation, motor skill and attitudes.
 Berbeda dengan Bloom, ia mengemukakan ada tiga domain atau sasaran tujuan yaitu domain afektif, domain kognitif dan domain psikomotorik. Domain afektif memiliki lima tingkatan yaitu menerima, merespon, menilai, mengorganisasi nilai, dan karakterisasi nilai-nilai. Domain afektif memiliki enam tingkatan yaitu mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Domain psikomtorik memiliki enam jenjang yaitu gerakan refleks, gerakan dasar, kecakapan mengamati, kecakapan jasmani, gerakan keterampilan dan komunikasi yang berkesinambungan.
Tampaknya ketiga ranah kompetensi tersebut diadopsi oleh kurikulum 2013 dengan beberapa inovasi pada setiap domain dengan hirarki aktivitas yang dikembangkan. Hal ini terlihat pada domain sikap yang diperoleh melalui aktivitas“ menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Domain pengetahuan diperoleh melalui aktivitas“ mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Domain keterampilan diperoleh melalui aktivitas“ mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Menurut analisis penulis, terdapat hal yang baru pada tingkatan keterampilan dan pengetahuan pada kurikulum 2013 yaitu kegiatan mencipta pada domain pengetahuan dan menalar, menyaji, dan mencipta pada domain keterampilan.
Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk tujuan tersebut, maka kurikulum 2013 memperkuat pembelajarannya dengan pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran). Selain itu, kurikulum 2013 juga menerapkan pembelajaran berbasis penyingkapan atau penelitian (discovery/inquiry learning), pembelajaran yang mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
C.     Tujuan Pembelajaran dalam pelajaran fisika
1.      Tujuan Pembelajaran
Menurut Sayamsul Hidayat (2015:3) Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis.
Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan). Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.
Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.
2.      Tujuan Pembelajaran dalm pelajaran fisika
Menurut Alfiani (2015:1-2) Tujuan pembelajaran fisika yang tertuang di dalam kerangka Kurikulum 2013 ialah menguasai konsep dan prinsip serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Kemdikbud, 2014). Berdasarkan tujuan pembelajaran tersebut maka penyelenggaraan mata pelajaran fisika di tingkat SMA/MA harus menjadi wahana atau sarana untuk melatihkan para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep, dan prinsip fisika. Dalam prosesnya pembelajaran fisika bukan hanya menekankan pada penguasaan konsep saja (konten) tetapi juga seyogyanya mengandung keempat hal yaitu konten atau produk, proses atau metode, sikap, dan teknologi sehingga pemahaman siswa terhadap fisika menjadi utuh dan dapat berguna untuk mengatasi permasalahanpermasalahan yang dihadapinya
Untuk menyelesaikan permasalahan, siswa perlu pemahaman konsep yang benar sesuai dengan aturan yang relevan yaitu sesuai dengan ilmiah. Untuk membangun konsep, diperlukan keselarasan antar fakta-fakta dan konsep-konsep dasar yang dimiliki siswa sehingga konsep tersebut dapat terbangun secara sistematis dan utuh. Keselarasan antar konsep-konsep dasar yang dimiliki siswa seringkali dipengaruhi oleh pemahaman awal yang diperoleh siswa sebelum memasuki pembelajaran di kelas. Namun, pemahaman awal tersebut seringkali bertentangan dengan konsep yang dikemukakan para ilmuan. Kondisi tersebut disebut dengan miskonsepsi. Miskonsepsi adalah konsep yang digunakan tidak benar tetapi disertai dengan data atau fakta yang terjadi (dialami sendiri oleh siswa). Miskonsepsi adalah suatu konsepsi yang diyakini kuat dan merupakan suatu struktur kognitif yang melekat dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang sebenarnya menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan para ahli. Miskonsepsi yang dialami oleh siswa akan menghambat pada proses penerimaan pengetahuan konsep baru. Oleh karena itu, miskonsepsi perlu dikurangi atau direduksi sehingga tidak tertanam kuat dalam benak pemikiran siswa.
D.    Assement pembelajaran
Pengertian ASSESSMENT  Menurut para ahli:
-           WALLACE & LONGLIN 1979, Suatu proses sistematis dengan menggunakan instrumen yg sesuai untuk mengetahui perilaku belajar, penempatan, dan pembelajaran. 
-          ROSENBERG 1982, Suatu proses pengumpulan informasi yang akan digunakan utk membuat pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan anak. 
-          ROBERT M. SMITH 2002, Suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan anak, yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk menentukan layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai  dasar utk menyusun suatu rancangan pembelajaran
-          James A Mc. Lounghlin & Rena B Lewis 1986 Proses sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak yamg berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi tersebut, guru akan dapatt menyusun program pembelajaran yang bersifat realistis sesuai dengan kenyataan obyektif.
Sumber:
Alfiani. 2015. Pengaruh Penerapan Cmaptools Pada Model Pembelajaran Elicit-Confrontidentify- Resolve-Reinforce (Ecirr) Terhadap Konsistensi Konsepsi Siswa Sma Dan Penurunan Kuantitas Siswa Miskonsepsi Pada Materi Suhu Dan Kalor.Bandung :UPI
Nurmalitasari. 2015. Perkembangan Sosial Emosi pada Anak Usia Prasekolah. Buletin Psikologi. Vol. 03 NO 02. ISSN : 0854-7108.

Prastywan. 2011. Perkembangan Psiko-Fisik Siswa. Vol 01. Nomor 01.

Web:
Hidayat, S. 2015. Tujuan Pembelajaran Sebagai Komponen Penting Dalam Pembelajaran. http://103.28.23.163/wp-content/uploads/2015/01/Tujuan-Pembelajaran-sebagai-komponen-penting.pdf





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MATERI SISTEM EKSKRESI KELAS 8 IPA