STRATEGI
BELAJAR MENGAJAR FISIKA
“Menganalisis Komponen Pembelajaran”
Dosen Pengampu :
Drs. M. Hidayat, M.Pd
Nama
: Bs. Dita Fitri
Nim
: A1C317054
Kelas
: Reguler A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MATERMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2018
A. Krakteristik
Siswa
1. Perkembangan
Anak
Ada beberapa Tahap perkembangan anak
menurut para ahli yaitu:
a.
Jean Jacques Rousseau, Tahap perkembangan anak ada 4
yaitu:
-
Masa bayi infancy (0-2 tahun). Dimana Pertumbuhan fisik lebih dominan
-
2) Masa anak / childhood (2-12 tahun) dimana
Berkembangnya kemampuan pada anak untuk berbicara, berpikir, intelektual,
moral, dll.
-
3)
Masa remaja awal / pubescence (12-15 tahun) Perkembangan pada anak pesat baik
intelektual maupun kemampuan bernalar
-
4)
Masa remaja / adolescence (15-25 tahun) dimana, perkembangan pesat pada aspek
seksual, social, moral, dan nurani
b. Stanley
Hard, Perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan)
yang universal bagian dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan
psikologis, namun demikian, faktor lingkungan dapat mempengaruhi cepat
lambatnya perubahan tsb.
Tahap perkembangan:
1) Masa kanak-kanak / infancy (0-4 tahun)
Perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu
melata atau berjalan.
2) Masa anak / childhood (4-8 tahun)
Anak haus akan pemahaman lingkungannya, sehingga akan
berburu kemanapun, mempelajari lingkungan sekitarnya.
3) Masa puber / youth 8-12 tahun)
Anak tumbuh dan berkembang tetapi sbg makhluk yang
belum beradab
4) Masa remaja / adolescence (12 – dewasa)
Pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia
beradab yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu
berubah.
2.
Perkembangan
Kognitif
Perkembangan kongnitif meliputi perubahan pada aktivitas mental yang
berhubungan dengan persepsi, pemikiran, ingatan, keterampilan berbahasa, dan
pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologi
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. Periode yang
dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia peserta
didik SMP, merupakan ‘period of formal operation’.
Pada usia ini, yang berkembang pada peserta didik adalah kemampuan
berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully)
tanpa memerlukan objek yang konkrit atau bahkan objek yang visual.
Peserta didik telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif.
Implikasinya dalam pembelajaran, bahwa belajar akan bermakna kalau input (materi
pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat peserta didik.
Pembelajaran akan berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu
menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan
harapan serta karakteristik peserta didik sehingga motivasi belajar
mereka berada pada tingkat maksimal.
Tujuh kecerdasan Multiple Intelligences dlm
perkembangan Kognitif yaitu:
1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang
fungsional),
2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berfikir
runtut),
3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan
menciptakan pola nada dan irama),
4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental
tentang realitas),
5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan
gerakan motorik yang halus),
6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal
diri sendiri dan mengembangkan rasa jati diri),
7) kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang
lain).
Tahap
Perkembangan Kognitif menurut Jean Piaget yaitu ada 4:
a.
Tahap
sensorimotorik (0-2 tahun). Kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex,
bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja.
b.
Tahap
praoperasional (2-4 tahun) . Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau
disebut juga dengan masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima
stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih
statis, belum dapat berpikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan ruang
masih terbatas.
- Tahap operasional konkrit (7-11 tahun) Tahap ini
juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak sudah mampu
menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun,
menderetkan, melipat, dan membagi.
- Tahap operasional formal (11-15 tahun) Tahap ini
juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu
berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir secara deduktif, induktif,
menganalisis, mensintesis, mampu berpikir secara abstrak dan secara
reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah.
3.
Perkembangan Moral Kognitif
Perkembangan
moral kognitif menurut Lawrence Kohlberg, Kemampuan kognitif moral seseorang
dapat diukur dengan menghadapkannya dengan dilemma moral hipotesis yang
berkaitan dengan kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban
moral.Menurut Kohlberg perkembangan kognitif anak terdiri atas 3 yaitu
a.
Preconventional moral reasoning
-
Obedience and paunisment orientation
Pada tahap ini, orientasi anak masih
pada konsekuensi fisik dari perbuatan benar-salahnya,hukuman dan kepatuhan
-
Naively egoistic orientation
Pada tahap ini, orientasi pada
instrument relative.
b.
Conventional moral reasoning
-
Good boy Orientation
Pada tahap ini, orientasi perbuatan yang
baik adalah yang menyenangkan, membantu, atau disepekati oleh orang lain.
-
Authority and social order maintenance
orientation
Pada tahap ini orientasi anak adalah
pada aturan dan hukum. Hukum dan perintah penguasa adalah mutlak dan final.
c.
Post conventional moral reasoning
-
Contractual legalistic orientation
Pada tahap ini, orientasi anak pada
legalitas kontrak sosial. Anak mulai peduli pada hak asasi individu, dan yang
baik.
-
Conscience or principle orientation
Pada tahap ini, orientasi adalah
prinsip-prinsip ertika yang bersifat universal.
4.
Perkembangan fisik siswa.
Menurut
Prastywan (2011:55-56) Perkembangan motor (fisik) siswa Perkembangan motor
(motor development), yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan
dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skills). Terdapat
empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak
yang juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya.
Keempat faktor itu sebagai berikut:
a.
Pertumbuhan dan perkembangan sistem
syaraf
Pertumbuhan
dan perkembangan kemampuannya membuat intelegensi (kecerdasan) anak meningkat
dan menibulkan pola tingkah laku yang baru. Semakin baik perkembangan kemampuan
sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beragam pula pola-pola tingkah
laku yang dimilikinya. Akan tetapi organ sitem syaraf ini lain dari yang lain,
karena apabila rusak tidak dapat diganti atau tumbuh lagi.
b.
Pertumbuhan otot-otot
Otot
merupakan jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan juga sekaligus
merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki daya mengkerut. Diantara
fungsi-fungsi pokoknya adalah sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai
jaringan pembuluh yang mendistribusikan sari makanan. Peningkatan tegangan otot
anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan
kekuatan jasmaninya. Perubahan ini sangat tampak dari anak yang sehat dari
tahun ke tahun dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam
permainan yang bermacam-macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat
kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
c.
Perkembangan dan pertumbuhan fungsi
kelenjar endokrin.
Kelenjar
adalah alat tubuh yang mengahasilkan cairan atau getah, seperti kelenjar
keringat. Perubahan fungsi dari kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan
berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya.
Perubahan ini dapat berupa seringnya bekerja sama dalam belajar atau beolah
raga, perubahan pola perilaku yang bermaksud menarik perhatian lawan jenis,
berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain.
d.
Perubahan struktur jasmani
Semakin
meningkat usia anak maka akan semakin menigkat pula ukuran tinggi dan bobot
serta proporsi tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak
berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills anak.
Pengaruh perubahan fisik seorang siswa juga tampak pada sikap dan perilakunya
terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri
(self-concept) siswa tersebut.
5.
Perkembangan Emosi Siswa
Campos
mendefinisikan emosi sebagai perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang
berada dalam suatu keadaan yang dianggap penting oleh individu tersebut. Emosi
diwakilkan oleh perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidaknyamanan
terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami. Emosi dapat ber bentuk
rasa senang, takut, marah, dan sebagainya.
Karekteristik
emosi pada anak itu antara lain; (1) Berlangsung singkat dan berakhir
tiba-tiba; (2) Terlihat lebih hebat atau kuat; (3) Bersifat sementara atau
dangkal; (4) Lebih sering terjadi; (5) Dapat diketahui dengan jelas dari
tingkah lakunya, dan (6) Reaksi mencerminkan individualitas. Emosi dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu, emosi positif maupun negatif. Santrock
mengungkapkan bahwa emosi dipengaruhi oleh dasar biologis dan juga pengalaman
masa lalu. Terutama ekspresi wajah dari emosi, disini dituliskan bahwa emosi
dasar seperti bahagia, terkejut, marah, dan takut memiliki ekspresi wajah yang
sama pada budaya yang berbeda (Nurmalitasari, 2015:105-106)
6.
Karakteristik Siswa
Guru
yang memiliki peran sentral dalam pembelajaran secara langsung diharuskan untuk
mengetahui karakteristik atau keadaan yang sebenarnya terjadi pada siswa.
Dengan demikian, guru dapat mengantisipasi juga mengatasi adanya pengaruh buruk
yang mungkin muncul dan berakibat negatif bagi pembelajaran. Identifikasi
terhadap keadaan dan kondisi siswa baik untuk masing-masing individu maupun
keseluruhan mutlak diperlukan yang digunakan untuk pengambilan langkah dan
perlakuan terutama pemilihan strategi, model, media, dan komponen penyusun
pembelajaran lainnya.
terdapat
beberapa hal karakteristik atau keadaan yang ada pada siswa yang perlu
diperhatikan guru yaitu:
-
Karakteristik atau keadaan yang
berkenaan dengan kemampuan awal siswa. Misalnya adalah kemampuan
intelektual, kemampuan berpikir, dan lain-lain.
-
Karakteristik atau keadaan siswa yang
berkenaan dengan latar belakang dan status sosial.
-
Karakteristik atau keadaan siswa yang
berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan,
minat, dan lain-lain.
-
Terjadinya
ketidakseimbangan proposi tinggi dan berat badan.
-
Mulai
timbulnya ciri – ciri seks sekunder
-
Kecenderungan
ambivalensi, antara keinginan untuk bebas dari dominasi dengan keinginan
bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi kebutuhan bimbingan dan
bantuan dari orang tua
-
Senang
membandingkan kaedah – kaedah, nilai – nilai etika atau norma dengan kenyataan
yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa
-
Terjadinya
ketidakseimbangan proposi tinggi dan berat badan.
-
Mulai
timbulnya ciri – ciri seks sekunder
-
Kecenderungan
ambivalensi, antara keinginan untuk bebas dari dominasi dengan keinginan
bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi kebutuhan bimbingan dan
bantuan dari orang tua
-
Senang
membandingkan kaedah – kaedah, nilai – nilai etika atau norma dengan kenyataan
yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
B. Karakteristik
Pembelajaran
Menurut Shafa (2017:6-7)
Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada
Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi lulusan
memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai.
Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan
pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup
pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk
setiap satuan pendidikan. Ketiga sasaran pendidikan ini sesungguhnya lebih
dikenal dengan domain pembelajaran. Terjadi perbedaan tentang berapa domain
pembelajaran ini. Menurut Gage dan Briggs, ada lima ranah atau domain yang
terkait dengan sasaran pembelajaran yaitu intelectual skill, cognitives
strategies, verbalinformation, motor skill and attitudes.
Berbeda dengan Bloom, ia mengemukakan ada tiga
domain atau sasaran tujuan yaitu domain afektif, domain kognitif dan domain
psikomotorik. Domain afektif memiliki lima tingkatan yaitu menerima, merespon,
menilai, mengorganisasi nilai, dan karakterisasi nilai-nilai. Domain afektif
memiliki enam tingkatan yaitu mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis,
mensintesis dan mengevaluasi. Domain psikomtorik memiliki enam jenjang yaitu
gerakan refleks, gerakan dasar, kecakapan mengamati, kecakapan jasmani, gerakan
keterampilan dan komunikasi yang berkesinambungan.
Tampaknya ketiga
ranah kompetensi tersebut diadopsi oleh kurikulum 2013 dengan beberapa inovasi
pada setiap domain dengan hirarki aktivitas yang dikembangkan. Hal ini terlihat
pada domain sikap yang diperoleh melalui aktivitas“ menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Domain pengetahuan diperoleh melalui
aktivitas“ mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
mencipta. Domain keterampilan diperoleh melalui aktivitas“ mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Menurut analisis penulis, terdapat
hal yang baru pada tingkatan keterampilan dan pengetahuan pada kurikulum 2013
yaitu kegiatan mencipta pada domain pengetahuan dan menalar, menyaji, dan mencipta
pada domain keterampilan.
Karaktersitik
kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi
karakteristik standar proses. Untuk tujuan tersebut, maka kurikulum 2013
memperkuat pembelajarannya dengan pendekatan ilmiah (scientific),
tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata
pelajaran). Selain itu, kurikulum 2013 juga menerapkan pembelajaran berbasis
penyingkapan atau penelitian (discovery/inquiry learning), pembelajaran yang
mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik
individual maupun kelompok dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan
karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
C. Tujuan
Pembelajaran dalam pelajaran fisika
1.
Tujuan Pembelajaran
Menurut Sayamsul
Hidayat (2015:3) Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang
beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan
pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk
pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu
dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran
harus diwujudkan dalam bentuk tertulis.
Hal ini mengandung
implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara
tertulis (written plan). Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan
manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata mengidentifikasi
4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam
mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa
dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru
memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan
kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan
penilaian.
Dalam Permendiknas RI
No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran
memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan
topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu
pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk
mengukur prestasi belajar siswa.
2.
Tujuan Pembelajaran dalm pelajaran
fisika
Menurut
Alfiani (2015:1-2) Tujuan pembelajaran fisika yang tertuang di dalam kerangka
Kurikulum 2013 ialah menguasai konsep dan prinsip serta mempunyai keterampilan
mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Kemdikbud, 2014). Berdasarkan tujuan pembelajaran
tersebut maka penyelenggaraan mata pelajaran fisika di tingkat SMA/MA harus
menjadi wahana atau sarana untuk melatihkan para siswa agar dapat menguasai
pengetahuan, konsep, dan prinsip fisika. Dalam prosesnya pembelajaran fisika
bukan hanya menekankan pada penguasaan konsep saja (konten) tetapi juga
seyogyanya mengandung keempat hal yaitu konten atau produk, proses atau metode,
sikap, dan teknologi sehingga pemahaman siswa terhadap fisika menjadi utuh dan
dapat berguna untuk mengatasi permasalahanpermasalahan yang dihadapinya
Untuk
menyelesaikan permasalahan, siswa perlu pemahaman konsep yang benar sesuai
dengan aturan yang relevan yaitu sesuai dengan ilmiah. Untuk membangun konsep,
diperlukan keselarasan antar fakta-fakta dan konsep-konsep dasar yang dimiliki
siswa sehingga konsep tersebut dapat terbangun secara sistematis dan utuh.
Keselarasan antar konsep-konsep dasar yang dimiliki siswa seringkali dipengaruhi
oleh pemahaman awal yang diperoleh siswa sebelum memasuki pembelajaran di
kelas. Namun, pemahaman awal tersebut seringkali bertentangan dengan konsep
yang dikemukakan para ilmuan. Kondisi tersebut disebut dengan miskonsepsi.
Miskonsepsi adalah konsep yang digunakan tidak benar tetapi disertai dengan
data atau fakta yang terjadi (dialami sendiri oleh siswa). Miskonsepsi adalah
suatu konsepsi yang diyakini kuat dan merupakan suatu struktur kognitif yang
melekat dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang sebenarnya menyimpang dari
konsepsi yang dikemukakan para ahli. Miskonsepsi yang dialami oleh siswa akan
menghambat pada proses penerimaan pengetahuan konsep baru. Oleh karena itu,
miskonsepsi perlu dikurangi atau direduksi sehingga tidak tertanam kuat dalam
benak pemikiran siswa.
D. Assement
pembelajaran
Pengertian
ASSESSMENT Menurut para ahli:
-
WALLACE & LONGLIN 1979, Suatu proses
sistematis dengan menggunakan instrumen yg sesuai untuk mengetahui perilaku
belajar, penempatan, dan pembelajaran.
-
ROSENBERG 1982, Suatu proses pengumpulan
informasi yang akan digunakan utk membuat pertimbangan dan keputusan yang
berkaitan dengan anak.
-
ROBERT M. SMITH 2002, Suatu penilaian
yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan
anak, yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk menentukan layanan
pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai
dasar utk menyusun suatu rancangan pembelajaran
-
James A Mc. Lounghlin & Rena B Lewis
1986 Proses sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak yamg berfungsi
untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai
bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi
tersebut, guru akan dapatt menyusun program pembelajaran yang bersifat
realistis sesuai dengan kenyataan obyektif.
Sumber:
Alfiani.
2015. Pengaruh Penerapan Cmaptools Pada
Model Pembelajaran Elicit-Confrontidentify- Resolve-Reinforce (Ecirr) Terhadap
Konsistensi Konsepsi Siswa Sma Dan Penurunan Kuantitas Siswa Miskonsepsi Pada
Materi Suhu Dan Kalor.Bandung :UPI
Nurmalitasari. 2015. Perkembangan Sosial Emosi pada Anak Usia
Prasekolah. Buletin Psikologi. Vol. 03 NO 02. ISSN : 0854-7108.
Prastywan.
2011. Perkembangan Psiko-Fisik Siswa. Vol 01. Nomor 01.
Web: