MAKALAH
ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
“Manusia dan
Kebudayaan
&
Manusia
dan Kegelisahan”
Dosen
Pengampu:
Dr.
Drs. FIRMAN, M.Si.
DIAN
PERTIWI RASMI, S.Pd, M.Pd
Kelompok 7
Dany
Tri Krismawanti (A1C317001)
Rizki
Intan Sari (A1C317013)
BS.
Dita Fitri
(A1C317054)
Desi
Rosanti (A1C317063)
M.
Arif Rahman Hakim (A1C317071)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTA KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
Kata
Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT. yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Karena
dengan perkenanNyalah batas waktu yang disediakan tidak terlampaui, hingga sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam pelaksanaannya penulis tidak terlepas dari berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan dan kemudahan baik berupa saran maupun bentuk
bantuan yang lain. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
a.
Dosen Pengampu
b.
Teman-teman,
c. Para pihak yang telah membantu pembuatan
makalah ini,dll.
Semoga Allah SWT. berkenan membalas segala kebaikannya. Penulis harap
Makalah ini dapat berguna kelak di kemudian hari. Di dalam makalah ini banyak
sekali pembahasan tentang “Manusia dan
Kebudayaan serta Manusia dan Kegelisahan”, namun penulis sadar bahwa
makalah ini sangat banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dan untuk perbaikan makalah
ini sangat
penulis harapkan. Jika ada sesuatu yang kurang berkenan penulis mohon maaf.
Demikian sepatah dua patah dari penulis. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jambi, 20 Maret 2018
Penulis
I.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Budaya
adalah bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata
“budaya” sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta,
budhayah, yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal.
Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture. Dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur. Dalam bahasa Latin, berasal dari dari kata colera. Colera berarti mengolah, dan mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan
tanah (bertani).
Kebudayaan atau budaya menyangkut
keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun nonmaterial. Di
antara makhluk ciptaan Tuhan yang lain manusia merupakan makhluk ciptaan
Tuhan yang paling sempurna. Manusia menciptkan kebudayaan yang berbeda-beda
disetiap kalangannya, dan melestarikannya secara turun temurun. Manusia disebut
sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna karena manusia mempunyai akal budi
yang diberikan oleh Tuhan agar mampu membedakan mana yang benar dan mana yang
tidak benar, juga mampu untuk berkarya di muka bumi ini dan secara hakikatnya
menjadi pemimpin di muka bumi ini.
Selain
itu juga manusia juga disebut sebagai “makhluk sosial” yaitu dimana manusia
tidak dapat hidup sendiri melainkan hidup berdampingan antara individu satu
dengan individu yang lain. Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari
interaksi antara manusia dengan segala isi yang ada di dunia ini.
Kebudayaan
mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia.Hasil karya manusia
menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia
terhadap lingkungan alamnya. Sehingga kebudayaan memiliki peran sebagai :
Suatu hubungan pedoman antarmanusia atau kelompoknya, Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan
lain sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia, Pembeda manusia dan binatang, Petunjuk-petunjuk tentang
bagaimana manusia harus bertindak dan berprilaku didalam pergaulan, Pengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak, berbuat dan menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain,
Sebagai modal dasar pembangunan.
Manusia dalam
hidupnya tak lepas dari permasalahan. Manusia dalam hidupnya pasti pernah
mengalami kegelisahan. Gelisah tergolong penyakit batin, penyakit ini
dapat menyerangsiapa saja, dari golongan apa, dan bangsa apapun. Bila
dibandingkan dengan rasa takut, daerah operasinya lebih luas. Sebab orang yang
pemberani, tak mungkin diserang oleh rasa takut. Atau orang yang mempunyai obat
penangkal takut juga tidak akan dijamahnya. Umpama orang yang pernah
mengerjakan perbuatan salah sudah pasti tidak akan takut untuk dituntut. Begitu
pula seorang yang kaya, pasti tidak akan takut kelaparan, dan sebagainya.
Tetapi walaupun benar, kaya, pandai, jujur, dan sebagainya pasti akan dilanda
perasaan gelisah.
Gelisah adalah kata ungkapan
perasaan psikologis atau kejiwaan seseorang. Menurut arti katanya, “gelisah”
artinya: perasaan tidak tentram, perasaan tidak tenang, perasaan tidak sabar
lagi, perasaan cemas dan khawatir. Perasaan tersebut bersifat kodrati yang
bersumber pada unsur “rasa” dalam diri manusia. Gelisah dan kegelisahan adalah
gejala universal, khawatir, yang ada pada manusia manapun. kodrati yang
bersumber pada unsur “rasa” dalam diri manusia.
Kegelisahan yang
sering terjadi pada manusia adalah disaat seseorang pernah melakukan sebuah
perbuatan buruk. Hal ini lah yang membuat seseorang mengalami kegelisahan.
Hatinya tidak tenang, dia merasa cemas. Karena terlalu memikirkan perbuatan
buruk yang sudah dilakukannya. Akhirnya orang tersebut terlihat murung,
menyendiri dan merasa kesepian dan terasing.
1.2 Tujuan Penulisan
a. Dapat menjelaskan pengertian kebudayaan
b. Dapat menjelaskan perwujudan dan
substansi kebudayaan
c. Dapat menjelaskan sifat kebudayaan
d. Dapat menjelaskan pencipta dan pengguna
kebudayaan
e. Dapat menjelaskan pengaruh budaya
terhadap lingkungan
f. Dapat menjelaskan proses dan perkembangan
kebudayaan
g. Dapat menjelaskan problematika kebudayaan
h.
1.3 Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan adalah kajian
pustaka. Penulis mengumpulkan data dari pustaka yang
berhubungan dengan manusia dan kebudayaan serta manusia dan kegelisahan baik
berupa buku, jurnal, ataupun dari media internet.
II Pembahasan
2.1
Manusia Dan Kebudayaan
2.1.1 Pengertian
Kebudayaan
Budaya adalah bentuk jamak dari
kata “budi” dan “daya” yang berarti cinta,
karsa, dan rasa. Kata “budaya” sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta, budhayah, yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata
budaya berasal dari kata culture.
Dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur. Dalam bahasa Latin,
berasal dari dari kata colera. Colera berarti mengolah, dan
mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani).
Kemudian pengertian ini
berkembang dalam arti culture, yaitu
sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Pengertian budaya atau kebudayaan menurut beberapa ahli, sebagai berikut :
1)
E.B. Tylor (1832-1917), budaya adalah suatu
keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang
didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2)
R. Linton (1893-1953), kebudayaan dapat
dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah
laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh
anggota masyarakat lainnya.
3)
Koentjaraningrat (1923-1999), kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
4)
Selo Soemardjan (1915-2003), dan Soelaeman Soemardi kebudayaan adalah
semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
5)
Herkovits (1985-1963), kebudayaan adalah
bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.
Dengan demikian, kebudayaan atau
budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun
nonmaterial. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini
kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan
itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih
kompleks.
2.1.2
Perwujudan Kebudayaan
Beberapa ilmuwan seperti Talcott Parson (Sosiolog) dan al Kroeber (Antropolog) menganjurkan
untuk membedakan wujud kebudayaan secara tajam sebagai suatu sistem. Di mana
wujud kebudayaan itu adalah sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas
manusia yang berpola. Demikian pula J.J
Honigmann dalam bukunya The World of
Man (1959) membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu (1) ideas, (2) activities,
and (3) artifact. Sejalan dengan
pikiran para ahli tesebut, Koentjaraningrat
mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud,
yaitu :
1.
Wujud sebagai suatu kompleks dari
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide
dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang, ataupun difoto,
dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang
bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideal ini disebut pula tata kelakuan, hal
ini menunjukkan bahwa budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan,
dan member arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam
masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini dapat disebut adat atau
adat istiadat, yang sekarang banyak disimpan dalam arsip, tape, dan computer.
Kesimpulannya, budaya
ideal ini adalah merupakan perwujudan dan kebudayaan yang bersifat abstrak.
2.
Wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Wujud tersebut dinamakan sistem
social, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu
sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan karena dalam
sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan
berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Lebih jelasnya
tampak dalam bentuk perilaku dan bahasa pada saat mereka berinteraksi dalam
pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat.
Kesimpulannya, sistem
sosial ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk
perilaku dan bahasa.
3.
Wujud kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya manusia.
Wujud yang kebudayaan terakhir ini
disebut pula kebudayaan fisik. Di mana wujud budaya ini hamper seluruhnya
merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam
masyarakat). Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang
dapat diraba, dilihat, dan difoto yang berwujud besar ataupun kecil.
Contohnya: Candi
Borobudur (besar), kain batik, dan kancing baju (kecil), teknik bangunan,
misalnya, cara pembuatan tembok dengan fondasi rumah yang berbeda bergantung
pada kondisi.
Kesimpulannya,
kebudayaan fisik ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret,
dalam bentuk materi/artefak.
2.1.3
Substansi (Isi) Utama Budaya
Substansi (isi) utama merupakan wujud
abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan didalam
masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk
maupun berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan,
persepsi, dan etos kebudayaan.
1.
Sistem
Pengetahuan
Sistem pengetahuan yang dimiliki manusia
sebagai makhluk sosial merupakan suatu akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam
hal berusaha memahami :
a.
Alam
sekitar;
b.
Alam
flora di daerah tempat tinggal;
c.
Alam
fauna di daerah tempat tinggal;
d.
Zat-zat
bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya;
e.
Tubuh
manusia;
f.
Sifat-sifat
dan tingkah laku sesama manusia; dan
g.
Ruang
dan waktu
Untuk memperoleh pengetahuan tersebut di
atas manusia, maka melakukan tiga cara, sebagai berikut :
a)
Melalui
pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan melalui pengalaman langsung ini
akan membentuk kerangka pikir individu untuk bersikap dan bertindak sesuai
dengan aturan yang dijadikan pedomannya.
b)
Melalui
pengalaman yang diperoleh baik pendidikan formal/resmi (disekolah) maupun dari
pendidikan nonformal (tidak resmi), seperti khusus-khusus, penataran-penataran,
dan ceramah.
c)
Melalui
petunjuk-petunjuk yang bersifat simbolis yang sering disebut sebagai komunikasi
simbolis.
2.
Nilai
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu
diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai
anggota masyarakat. Oleh karena itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila
berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai-moral
atau etis), dan religious (nilai agama).
3.
Pandangan
Hidup
Pandangan hidup merupakan pedoman bagi
suatu bangsa atau masyarakat dalam menjawab atau mengatasi berbagai masalah
yang dihadapinya. Di dalamnya terkandung konsep nilai kehidupan yang dicita-citakan
oleh suatu masyarakat. Oleh karena itu, pandangan hidup merupakan nilai-nilai
yang dianut oleh suatu masyarakat dengan dipilih secara selektif oleh individu,
kelompok, atau bangsa.
4.
Kepercayaan
Kepercayaan
mengandung arti yang lebih luas daripada agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
Pada
dasarnya, manusia yang memiliki naluri untuk menghambakan diri kepada yang
Mahatinggi, yaitu dimensi lain di luar diri dan lingkungannya, yang dianggap
mampu mengendalikan hidup manusia. Dorongan ini sebagai akibat atau refleksi
ketidakmampuan manusia dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup, dan hanya
yang Mahatinggi saja yang mampu memberikan kekuatan dalam mencari jalan keluar
dari permasalahan hidup dan kehidupan.
5.
Persepsi
Persepsi atau sudut pandang ialah suatu
titik tolak pemikiran yang tersusun dari seperangkat kata-kata yang digunakan
untuk memahami kejadian atau gejala dalam kehidupan.
Persepsi terdiri atas:
1) persepsi sensoris, yaitu persepsi yang
terjadi tanpa menggunakan salah satu indra manusia;
2) persepsi telepati, yaitu kemampuan
pengetahuan kegiatan mental individu lain; dan
3)
persepsi clairvoyance, yaitu
kemampuan melihat peristiwa atau kejadian di tempat lain, jauh dari tempat
orang yang bersangkutan.
6.
Etos
Kebudayaan
Etos atau jiwa kebudayaan (dalam
antropolog) berasal dari bahasa Inggris berarti watak khas. Etos sering tampak
pada gaya perilaku warga misalnya, kegemaran-kegemaran warga masyarakatnya,
serta berbagai benda budaya hasil karya mereka, dilihat dari luar oleh orang
asing. Contohnya, kebudayaan Batak dilihat oleh orang Jawa, sebagai orang yang
agresif, kasar, kurang sopan, tegas, konsekuen, dan berbicara apa adanya.
Sebaliknya kebudayaan Jawa dilihat oleh orang Batak, memancarkan keselarasan, kesuraman,
ketenangan yang berlebihan, lamban, tingkah laku yang sukar ditebak, gagasan
yang berbelit-belit, feodal, serta diskriminasi terhadap tingkatan sosial.
2.1.4
Sifat-Sifat Budaya
Kendati
kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat itu tidak sama, seperti di
Indonesia yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang berbeda, tetapi
setiap kebudayaan mempunyai ciri atau sifat yang sama. Sifat tersebut bukan
diartikan secara spesifik, melainkan bersifat universal. Di mana sifat-sifat
budaya itu akan memiliki ciri-ciri yang sama bagi semua kebudayaan manusia
tanpa budaya di mana pun.
Sifat hakiki dari kebudayaan tersebut
sebagai berikut :
1.
Budaya
terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.
2.
Budaya
telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak
akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3.
Budaya
diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4.
Budaya
mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan
yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan
tindakan-tindakan yang diizinkan.
2.1.5
Manusia sebagai Pencipta dan Pengguna
Kebudayaan
Tercipta
atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi antara manusia
dengan segala isi alam raya ini. Manusia yang telah dilengkapi Tuhan dengan
akal dan pikirannya menjadikan mereka khalifah di muka Bumi dan diberikan
kemampuan yang disebutkan oleh Supartono dalam Rafael Raga Maran, (1999: 36)
sebagai daya manusia. Manusia memiliki kemampuan daya antara lain akal,
intelegensia, dan intuisi; perasaan dan emosi; kemauan; fantasi; dan perilaku.
Dengan
sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut, maka nyatalah bahwa manusia
menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan.
Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk
kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena ada manusia penciptanya dan
manusia dapat hidup di tengah kebudayaan
yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai
pendukungnya. Dialektika ini didasarkan pada pendapat Peter L. Berger (1929),
yang menyebutkan sebagai dialektika
fundamental. Dialektika fundamental ini terdiri atas tiga tahap: (1) tahap eksternalisasi; (2) tahap objektivasi; dan (3) tahap internalisasi.
Tahap
eksternalisasi adalah proses pencurahan diri manusia secara terus-menerus ke
dalam dunia melalui aktivitas fisik dan mental. Tahap objektivitas adalah tahap
aktivitas manusia menghasilkan suatu realita objektif, yang berada di luar manusia. Tahap internalisasi
adalah tahap di mana realitas objektif hasil ciptaan manusia diserap oleh
manusia kembali. Jadi, ada hubungan berkelanjutan antara realitas internal
dengan realitas eksternal.
Kebudayaan
mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Bermacam-macam kekuatan yang
harus dihadapi masyarakat dan anggotanya seperti kekuatan alam maupun kekuatan
lain yang tidak selalu baiknya. Kecuali itu, manusia memerlukan kepuasan baik
di bidang spiritual maupun materiel. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi oleh
kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
Hasil
karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam
melindungi manusia terhadap lingkungan alamnya, sehingga kebudayaan memiliki
peran sebagai berikut :
1.
Suatu
hubungan pedoman antarmanusia atau kelompoknya.
2.
Wadah
untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan lain.
3.
Sebagai
pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia.
4.
Pembeda
manusia dan binatang.
5.
Petunjuk-petunjuk
tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berperilaku di dalam pergaulan.
6.
Pengaturan
agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan
sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
7.
Sebagai
modal dasar pembangunan.
Manusia merupakan
makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudayaan.
Begitu pula manusia hidup dan tergantung pada kebudayaan sebagai hasil
ciptaannya. Kebudayaan juga memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah
lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya.
Kebudayaan mempunyai
fungsi yang besar bagi manusia dan masyarakat, berbagai macam kekuatan harus
dihadapi manusia dan masyarakat seperti kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain
itu, manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan baik secara spiritual maupun
materiel.Kebudayaan masyarakat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan
yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan
teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam
melindungi masyarakat terhadap lingkungan di dalamnya.
Dalam tindakan untuk
melindungi diri dari lingkungan alam, pada taraf permulaan manusia bersikap
menyerah dan semata-mata bertindak di dalam batas-batas untuk melindungi
dirinya. Keadaan yang berbeda pada masyarakat yang telah kompleks, di mana
taraf kebudayaannya lebih tinggi. Hasil karya tersebut yaitu teknologi yang
memberikan kemungkinan yang luas untuk memanfaatkan hasil alam bahkan menguasai
alam.
2.1.6
Pengaruh Budaya Terhadap Lingkungan
Budaya yang
dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada lingkungan tempat kebudayaan
itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas dari masyarakatnya
yang tampak dari luar, artinya orang asing. Dengan menganalisis pengaruh akibat
budaya terhadap lingkungan seseorang dapat mengtahui, mengapa suatu lingkungan
tertentu akan berbeda dengan lingkungan lainnya dan menghasilkan kebudayaan
yang berbeda pula.
Usaha untuk
menjelaskan perilaku manusia sebagai perilaku budaya dalam kaidah dengan
lingkungannya, terlebih lagi perspektif lintas budaya akan mengandung banyak
variabel yang saling berhubungan dalam keseluruhan sistem terbuka. Pendekatan
yang saling berhubungan dengan psikologi lingkungan adalah pendekatan sistem
yang melihat rangkaian sistemik antara beberapa subsistem yang ada dalam
melihat kenyataan lingkungan total yang melingkupi satuan budaya yang ada.
Beberapa variabel
yang berhubungan dengan masalah kebudayaan dan lingkungan sebagai berikut :
1.
Physical Environment, menunjuk pada lingkungan
natural, seperti temperature, curah hujan, iklim, wilayah geografis, flora, dan
fauna.
2.
Cultural Social Environment, meliputi aspek-aspek kebudayaan
beserta proses sosialisasi seperti : norma-norma, adat istiadat, dan
nilai-nilai.
3.
Environment Orientation and
Representation,
mengacu pada persepsi dan kepercayaan kognitif yang berbeda-beda pada setiap
masyarakat mengenai lingkungannya.
4.
Environment Behavior and Process, meliputi bagaimana masyarakat
menggunakan lingkungan dalam hubungan sosial.
5.
Out Carries Product, meliputi hasil tindakan manusia
seperti membangun rumah, komunitas, kota beserta usaha-usaha manusia dalam
memodifikasi lingkungan fisik seperti budaya pertanian, dan iklim.
Dengan demikian dapat
disimpulkan, bahwa kebudayaan yang berlaku dan dikembangkan dalam lingkungan
tertentu berimplikasi terhadap pola tata laku, norma, nilai dan aspek kehidupan
lainnya yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
2.1.7
Proses dan Perkembangan Kebudayaan
Sebagaimana diketahui
bahwa kebudayaan adalah hasil cipta, karsa, dan rasa manusia karena kebudayaan
mengalami perubahan dan perkembangannya sejalan dengan perkembangan manusia
itu. Perkembangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan manusia sendiri karena
kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia.
Perkembangan
kebudayaan terhadap dinamika kehidupan seseorang bersifat kompleks dan memiliki
eksistensi dan berkesinambungan dan juga menjadi warisan sosial. Seseorang
mampu memengaruhi kebudayaan dan memberikan peluang untuk terjadinya perubahan
kebudayaan.Kebudayaan yang dimiliki suatu kelompok sosial tidak akan terhindar
dari pengaruh kebudayaan kelompok-kelompok lain dengan adanya kontak-kontak
antarkelompok atau melalui proses difusi. Suatu kelompok sosial; akan
mengadopsi suatu kebudayaan tertentu bilamana kebudayaan tersebut berguna untuk
mengatasi atau memenuhi tuntunan yang dihadapinya.
Pengadopsian suatu
kebudayaan tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor lingkungan fisik. Misalnya
iklim, topografi sumber daya alam dan sejenisnya. Sebagai contoh: orang-orang
yang hidup di daerah yang kondisi lahan atau tanahnya subur (produktif) akan
mendorong terciptanya suatu kehidupan yang favourable
untuk memproduksi bahan pangan. Jadi, terjadi suatu proses keserasian
antara lingkungan fisik dengan kebudayaan yang terbentuk di lingkungan
tersebut, kemudian ada keserasian juga antara kebudayaan masyarakat yang satu
dengan kebudayaan masyarakat tetangga dekat. Kondisi lingkungan seperti ini memberikan
peluang untuk berkembangnya peradaban (kebudayaan) yang lebih maju. Misalnya,
dibangun sistem irigasi, teknologi pengolahan lahan dan makanan, dan sebaginya.
Kebudayaan dari suatu
kelompok sosial tidak secara komplet ditentukan oleh lingkungan fisik saja,
namun lingkungan tersebut sekadar memberikan peluang untuk terbentuknya sebuah
kebudayaan. Dari waktu ke waktu, kebudayaan berkembang seiring dengan majunya
teknologi (dalam hal ini adalah sistem telekomunikasi) yang sangat berperan
dalam kehidupan setiap manusia.Perkembangan zaman mendorong terjadinya
perubahan-perubahan di segala bidang, termasuk dalam hal kebudayaan. Mau tidak
mau kebudayaan yang dianut suatu kelompok sosial akan bergeser. Cepat atau
lambat pergeseran ini akan menimbulkan konflik antara kelompok-kelompok yang
menghendaki perubahan dengan kelompok-kelompok yang tidak menghendaki
perubahan.
Suatu komunitas dalam
kelompok sosial bisa saja menginginkan adanya perubahan dalam kebudayaan yang
mereka anut, dengan alasan sudah tidak sesuai lagi dengan zaman yang mereka
hadapi saat ini. Namun perubahan kebudayaan ini kadang kala disalah-artikan
menjadi suatu penyimpang kebudayaan. Interpretasi ini mengambil dasar pada
adanya budaya-budaya baru yang tumbuh dalam komunitas mereka yang bertentangan
dengan keyakinan mereka sebagai penganut kebudayaan tradisional selama
turun-temurun.
Hal yang terpenting
dalam proses pengembangan kebudayaan adalah dengan adanya control atau kendali
terhadap perilaku regular (yang tampak) yang ditampilkan oleh para penganut
kebudayaan. Karena tidak jarang perilaku yang ditampilkan sangat bertolak
belakang dengan budaya yang dianut di dalam kelompok sosialnya. Yang diperlukan
disini adalah kontrol sosial yang ada di masyarakat, yang menjadi suatu
“cambuk” bagi komunitas yang menganut kebudayaan tersebut. Sehingga mereka
dapat memilah-milah, mana kebudayaan yang sesuai dan mana yang tidak sesuai.
2.1.8
Problematika Kebudayaan
Beberapa Problematika
Kebudayaan antara lain :
1.
Hambatan
budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan.
Keterkaitan orang
Jawa terhadap tanah yang mereka tempati secara turun-temurun diyakini sebagai
pemberi berkah kehidupan. Mereka terkadang enggan
meninggalkan kampong halamannya atau beralih pola hidup sebagai petani. Padahal
hidup mereka umumnya belum begitu bagus,
2.
Hambatan
budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang hambatan
budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang ini dapat
terjadi antara masyarakat dan pelaksana pembangunan. Contohnya, program
Keluarga Berencana atau KB semula ditolak masyarakat, mereka beranggapan bahwa
banyak anak banyak rezeki.
3.
Hambatan
budaya berkaitan dengan faktor psikologi atau kejiwaan.
Upaya untuk
mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena bencana alam banyak
mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran penduduk
bahwa di tempat yang baru hidup mereka akan lebih sengsara dibandingkan dengan
hidup mereka di tempat yang lama.
4.
Mereka
yang terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat luar.
Masyarakat
daerah-daerah terpencil yang kurang komunikasi dengan masyarakat luar, karena
pengetahuannya serba terbatas, seolah-olah tertutup untuk menerima
program-program pembangunan.
5.
Sikap
tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Sikap ini sangat
mengagung-agungkan budaya tradisional sedemikian rupa, yang menganggap hal-hal
baru itu akan merusak tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki secara
turun-temurun
6.
Sikap
Etnosentrisme.
Sikap etnosentrisme
adalah sikap yang mengagungkan budaya suku bangsanya sendiri dan menganggap
rendah budaya suku bangsa lain. Sikap semacam ini akan mudah memicu timbulnya
kasus-kasus sara, yakni pertentangan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Kebudayaan yang
berkembang dalam suatu wilayah seperti Indonesia sebagai negara kepulauan yang
terdiri dari beberapa suku bangsa dan budaya yang beraneka ragam. Masing-masing
kebudayaan itu dianggap sebagai satu ciri khas daerah lokal. Yang terkadang
justru menimbulkan sikap etnosentrisme pada anggota masyarakat dalam memandang
kebudayaan orang lain.
Sikap etnosentrisme
dapat menimbulkan kecenderungan perpecahan dengan sikap kelakuan yang lebih
tinggi terhadap budaya lain.
7.
Perkembangan
IPTEK sebagai hasil dari kebudayaan, sering kali disalahgunakan oleh manusia,
sebagai contoh nuklir dan bom dibuat justru untuk menghancurkan manusia bukan
untuk melestarikan suatu generasi, obat-obatan diciptakan untuk kesehatan
tetapi dalam penggunaannya namyak disalahgunakan yang justru mengganggu
kesehatan manusia.
2.2Manusia
Dan Kegelisahan
2.2.1
Kegelisahan Dan Gejala
1. Konsep
Kegelisahan
Gelisah adalah kata ungkapan
perasaan psikologis atau kejiwaan seseorang. Menurut arti katanya, “gelisah”
artinya: perasaan tidak tentram, perasaan tidak tenang, perasaan tidak sabar
lagi, perasaan cemas dan khawatir. Perasaan tersebut bersifat kodrati yang
bersumber pada unsur “rasa” dalam diri manusia. Gelisah dan kegelisahan adalah
gejala universal, khawatir, yang ada pada manusia manapun.
Kegelisahan yang terjadi pada
seseorang dapat disebabkan oleh berbagai factor yang saling berkaitan, yang
bersumber pada keadaan tertentu, perbuatan orang lain, atau sikap dan perbuatan
sendiri. Berbagai fakktor tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Ketidakpastian,
yaitu bersumber pada keadaan tertentu, misalnya krisis moneter atau pengecauan
keamanan pada keadaan yang tidak henti-hentinya, sehingga tidak dapat
dipastikan kapan berakhirnya.
b.
Ketidakpastian,
yang bersumber pada perbuatan orang lain, misalnya penculikan seseorang anak
atau meralikan anak gadis yang tidak diketahui dibawa kemana, sehingga tidak
dapat dipastikan mengenai nasibnya.
c.
Keteransingan,
yang bersumber pada sikap diri sendiri, misalnya angkuh, sombong atau tidak
perduli dengan tetangga, sehingga karena sikapnya yang tidak simpatik itu dia
terasing dari masyarakat.
d.
Kesepian,
yang bersumber pada perbuatan sendiri misalnya penyelewengan dengan wanita lain
Kegelisahan hanya dapat diketahui
dari gejala tingkah laku atau gerak gerik seseorang dalam situasi tertentu.
Gejala tingkah laku atau gerak gerik seseorang umumnya misalnya berjalan mondar
mandir dalam ruang tertentu sambil menundukkan kepala dan lain-lain.
Kegelisahan seseorang dapat juga diamati melalui ketidak adaan minat minat
bekerja, tidak mau makan seperti biasanya, tidur seperti diatas bara, atau
tidak ada minat belajar.
2.
Kegelisahan,
Pengaruhnya, dan Harapan
Kegelisahan yang terjadi pada
seseorang akan berpengaruh secara psikologis, tidak hanya pada kehidupan
pribadinya, tetapi jiga pada kehidupan orang lain, yaitu anggota keluarga,
masyarakat tetangga.Kegelisahan pada dasarnya dapat terjadi karena suasana yang
tidak pasti (ketidakpastian), merasa
tersaing (ketersaingan), merasa sepi (kesepian) akibat sikap dan perbuatan
sendiri. Dampaknya dapat diperkirakan, ancaman kemungkinan hilangnya harga diri
atau martabat dimata tetangga, kehilangan nama baik dimata masyarakat, jabatan
dikantor, ataupun kehilangan kekayaan.
Ketidakpastian, keterasingan dan
kesepian tidak selalu berdiri sendiri-sendiri, dapat terjadi kait mengait satu
sama lain. Misalnya, keterasingan dapat membuat orang kesepian, tetapi kesepian
belum tentu membuat orang dalam keterasingan. Orang yang mengalami tidak
kepastian merasa gelisah, tetapi tidak kesepian atau tidak terasing. Ketiga
factor penyebab rasa kegelisahan ini harus mengenai nilai-nilai kemanusiaan
yang bersifat unik, yaitu menyentuh harkat dan martabat manusia. Kegelisahan
dalam arti sehari – hari yang tidak unik, tidak menyentuh harkat dan martabat
manusia tidak termasuk dalam ketiga konsep tersebut.
Kegelisahan selalu mengarah pada
suasana negative atau ketidaksempurnaan, tetapi mempunyai harapan. Kegelisahan
juga mengarah pada suasana positif atau optimis karena masih ada harapan bebas
dari kegelisahan, yang mendorong manusia mencari kesempurnaan dan mendorong
manusia menjadi kreatif dan produktif.
2.2.2
Faktor
Penyebab Kegelisahan
1.
Ketidakpstian
Ketidakpastian
artinya keadaan yang tidak pasti, tidak tentu, tidak dapat ditentukan, tidak
tahu, keadaan tanpa arah yang jelas, keadaan tanpa asal usul yang jelas.
Keadaan seperti inilah lebih kuat pada status, nama baik dan martabat
seseorang,, yang menyentuh nilai kemanusiaannya sehingga dirasakan akan
merugikan haknya. Ketidakpastian masih memberi harapan kepada orang yang
mengalaminya karna dengan ketidakpastian itu dia berusaha mencari kesempurnaan
supaya bebas dari kegelisahan.
2.
Keterasingan
Keterasingan artinya keadaan yang
membuat tersisih, terpisah, dan terpencil dari masyarakat baik-baik. Hal yang
menjadi sumber keadaan keterasingan adalah perilakunya yang tidak dapat
diterima atau tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat, atau karena kekurangan yang
ada pada diri sendiri, sehingga dia tidak dapat atau sulit menyesuaikan diri
dalam masyarakat. Perilaku yang tidak dapat diterima atau dibenarkan itu selalu
menimbulkan keonaran dalam masyarakat, sifatnya bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan.
Hal ini akan merugikan harta,
nama baik, martabat, dan harga diri orang lain. Oleh karena itu, orang yang
berbuat dibenci oleh masyarakat dan berada dalam keterasingan. Perbuatan itu
misalnya mencuru, memperkosa, menganggu istri orang, menghina orang, atau
angkuh dan sombong.Kekurangan pada diri seseorang juga dapat menempatkannya
dalam keterasingan. Dalam hal ini, bukan masyarakat yang membuat orang itu
terasing, melainkan dirinya sendiri karena tidak kemampuannya.
3.
Kesepian
Kesepian artinya keadaan sunyi,
keadaan tidak ada seorangpun, keadaan tidak didampingi orang, keadaan tidak
punya apa-apa. Kesepian yang dimaksud adalah kesepian dalam asri psikologis
yang dalam yang sangat berpengaruh pada jalan kehidupan manusia. Kesepian
membuat manusia gelisah karena menyentuh nilai-nilai kemanusiaan, harkat, dan
martabat manusia
Dalam kehidupan manusia, kesepian tidak selalu
mengubah jalan kehidupan manusia kearah yang negative, yang merugikan ataupun
yang menyengsarakan. Bahkan, dapat sebaliknya, membuat manusia tenang dan betah
tinggal dirumah sendiri. Ketenangan dirumah sendiri bebas dari hiruk pikuk
manusia dapat mendorong manusia menjadi kreatif mencipta dan berkarya yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar