Sabtu, 24 Maret 2018


MAKALAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
“Manusia dan Kebudayaan
&
  Manusia dan Kegelisahan”

Dosen Pengampu:
Dr. Drs. FIRMAN, M.Si.
DIAN PERTIWI RASMI, S.Pd, M.Pd
Kelompok 7
Dany Tri Krismawanti                  (A1C317001)
Rizki Intan Sari                            (A1C317013)
BS. Dita Fitri                                (A1C317054)
Desi Rosanti                                  (A1C317063)
M. Arif Rahman Hakim               (A1C317071)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTA KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Karena dengan perkenanNyalah batas waktu yang disediakan tidak terlampaui, hingga sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam pelaksanaannya penulis tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan  kemudahan baik berupa saran maupun bentuk bantuan yang lain. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih  kepada :
a.        Dosen Pengampu
b.      Teman-teman,
c.       Para pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini,dll.
Semoga Allah SWT. berkenan membalas segala kebaikannya. Penulis harap Makalah ini dapat berguna kelak di kemudian hari. Di dalam makalah ini banyak sekali pembahasan tentang “Manusia dan Kebudayaan serta Manusia dan Kegelisahan”, namun penulis sadar bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran  yang bersifat membangun dan untuk perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan. Jika ada sesuatu yang kurang berkenan penulis mohon maaf.
Demikian sepatah dua patah dari penulis.  Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
                                                                                    Jambi, 20 Maret  2018


Penulis

      I.            Pendahuluan

1.1   Latar Belakang
Budaya adalah bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata “budaya” sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta, budhayah, yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture. Dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur. Dalam bahasa Latin, berasal dari dari kata colera. Colera berarti mengolah, dan mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani).
Kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun nonmaterial. Di antara makhluk ciptaan Tuhan  yang lain manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia menciptkan kebudayaan yang berbeda-beda disetiap kalangannya, dan melestarikannya secara turun temurun. Manusia disebut sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna karena manusia mempunyai akal budi yang diberikan oleh Tuhan agar mampu membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar, juga mampu untuk berkarya di muka bumi ini dan secara hakikatnya menjadi pemimpin di muka bumi ini.
Selain itu juga manusia juga disebut sebagai “makhluk sosial” yaitu dimana manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan hidup berdampingan antara individu satu dengan individu yang lain. Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan segala isi yang ada di dunia ini.
Kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia.Hasil karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap lingkungan alamnya. Sehingga kebudayaan memiliki peran sebagai : Suatu hubungan pedoman antarmanusia atau kelompoknya, Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan lain sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia, Pembeda manusia dan binatang, Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berprilaku didalam pergaulan, Pengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat dan menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain, Sebagai modal dasar pembangunan.
Manusia dalam hidupnya tak lepas dari permasalahan. Manusia dalam hidupnya pasti pernah mengalami kegelisahan. Gelisah tergolong penyakit batin, penyakit ini dapat menyerangsiapa saja, dari golongan apa, dan bangsa apapun. Bila dibandingkan dengan rasa takut, daerah operasinya lebih luas. Sebab orang yang pemberani, tak mungkin diserang oleh rasa takut. Atau orang yang mempunyai obat penangkal takut juga tidak akan dijamahnya. Umpama orang yang pernah mengerjakan perbuatan salah sudah pasti tidak akan takut untuk dituntut. Begitu pula seorang yang kaya, pasti tidak akan takut kelaparan, dan sebagainya. Tetapi walaupun benar, kaya, pandai, jujur, dan sebagainya pasti akan dilanda perasaan gelisah.
Gelisah adalah kata ungkapan perasaan psikologis atau kejiwaan seseorang. Menurut arti katanya, “gelisah” artinya: perasaan tidak tentram, perasaan tidak tenang, perasaan tidak sabar lagi, perasaan cemas dan khawatir. Perasaan tersebut bersifat kodrati yang bersumber pada unsur “rasa” dalam diri manusia. Gelisah dan kegelisahan adalah gejala universal, khawatir, yang ada pada manusia manapun. kodrati yang bersumber pada unsur “rasa” dalam diri manusia.
Kegelisahan yang sering terjadi pada manusia adalah disaat seseorang pernah melakukan sebuah perbuatan buruk. Hal ini lah yang membuat seseorang mengalami kegelisahan. Hatinya tidak tenang, dia merasa cemas. Karena terlalu memikirkan perbuatan buruk yang sudah dilakukannya. Akhirnya orang tersebut terlihat murung, menyendiri dan merasa kesepian dan terasing. 




1.2   Tujuan Penulisan
a.       Dapat menjelaskan pengertian kebudayaan
b.      Dapat menjelaskan perwujudan dan substansi kebudayaan
c.       Dapat menjelaskan sifat kebudayaan
d.      Dapat menjelaskan pencipta dan pengguna kebudayaan
e.       Dapat menjelaskan pengaruh budaya terhadap lingkungan
f.       Dapat menjelaskan proses dan perkembangan kebudayaan
g.      Dapat menjelaskan problematika kebudayaan
h.       
1.3   Metode Penulisan
    Metode yang penulis gunakan adalah kajian pustaka. Penulis mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan manusia dan kebudayaan serta manusia dan kegelisahan baik berupa buku, jurnal, ataupun dari media internet.


































II Pembahasan
2.1 Manusia Dan Kebudayaan
2.1.1   Pengertian Kebudayaan

Budaya adalah bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata “budaya” sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta, budhayah, yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture. Dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur. Dalam bahasa Latin, berasal dari dari kata colera. Colera berarti mengolah, dan mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani).

Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Pengertian budaya atau kebudayaan menurut beberapa ahli, sebagai berikut :
1)   E.B. Tylor (1832-1917), budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2)   R. Linton (1893-1953), kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
3)   Koentjaraningrat (1923-1999), kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
4)   Selo Soemardjan (1915-2003), dan Soelaeman Soemardi kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
5)   Herkovits (1985-1963), kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.
Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun nonmaterial. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.

2.1.2        Perwujudan Kebudayaan

            Beberapa ilmuwan seperti Talcott Parson (Sosiolog) dan al Kroeber (Antropolog) menganjurkan untuk membedakan wujud kebudayaan secara tajam sebagai suatu sistem. Di mana wujud kebudayaan itu adalah sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Demikian pula J.J Honigmann dalam bukunya The World of Man (1959) membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu (1) ideas, (2) activities, and (3) artifact. Sejalan dengan pikiran para ahli tesebut, Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud, yaitu :

1.        Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.
            Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideal ini disebut pula tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan member arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini dapat disebut adat atau adat istiadat, yang sekarang banyak disimpan dalam arsip, tape, dan computer.
Kesimpulannya, budaya ideal ini adalah merupakan perwujudan dan kebudayaan yang bersifat abstrak.

2.        Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
            Wujud tersebut dinamakan sistem social, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Lebih jelasnya tampak dalam bentuk perilaku dan bahasa pada saat mereka berinteraksi dalam pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat.
Kesimpulannya, sistem sosial ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk perilaku dan bahasa.
3.        Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
            Wujud yang kebudayaan terakhir ini disebut pula kebudayaan fisik. Di mana wujud budaya ini hamper seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat). Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto yang berwujud besar ataupun kecil.
Contohnya: Candi Borobudur (besar), kain batik, dan kancing baju (kecil), teknik bangunan, misalnya, cara pembuatan tembok dengan fondasi rumah yang berbeda bergantung pada kondisi.
Kesimpulannya, kebudayaan fisik ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk materi/artefak.


2.1.3        Substansi (Isi) Utama Budaya

       Substansi (isi) utama merupakan wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan didalam masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk maupun berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan.

1.    Sistem Pengetahuan
     Sistem pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial merupakan suatu akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam hal berusaha memahami :
a.    Alam sekitar;
b.    Alam flora di daerah tempat tinggal;
c.    Alam fauna di daerah tempat tinggal;
d.    Zat-zat bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya;
e.    Tubuh manusia;
f.     Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia; dan
g.    Ruang dan waktu
     Untuk memperoleh pengetahuan tersebut di atas manusia, maka melakukan tiga cara, sebagai berikut :
a)    Melalui pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan melalui pengalaman langsung ini akan membentuk kerangka pikir individu untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan yang dijadikan pedomannya.
b)   Melalui pengalaman yang diperoleh baik pendidikan formal/resmi (disekolah) maupun dari pendidikan nonformal (tidak resmi), seperti khusus-khusus, penataran-penataran, dan ceramah.
c)    Melalui petunjuk-petunjuk yang bersifat simbolis yang sering disebut sebagai komunikasi simbolis.


2.    Nilai
     Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai-moral atau etis), dan religious (nilai agama).

3.    Pandangan Hidup
     Pandangan hidup merupakan pedoman bagi suatu bangsa atau masyarakat dalam menjawab atau mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya. Di dalamnya terkandung konsep nilai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu masyarakat. Oleh karena itu, pandangan hidup merupakan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dengan dipilih secara selektif oleh individu, kelompok, atau bangsa.

4.    Kepercayaan
       Kepercayaan mengandung arti yang lebih luas daripada agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
       Pada dasarnya, manusia yang memiliki naluri untuk menghambakan diri kepada yang Mahatinggi, yaitu dimensi lain di luar diri dan lingkungannya, yang dianggap mampu mengendalikan hidup manusia. Dorongan ini sebagai akibat atau refleksi ketidakmampuan manusia dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup, dan hanya yang Mahatinggi saja yang mampu memberikan kekuatan dalam mencari jalan keluar dari permasalahan hidup dan kehidupan.


5.    Persepsi
     Persepsi atau sudut pandang ialah suatu titik tolak pemikiran yang tersusun dari seperangkat kata-kata yang digunakan untuk memahami kejadian atau gejala dalam kehidupan.
     Persepsi terdiri atas:
1) persepsi sensoris, yaitu persepsi yang terjadi tanpa menggunakan salah satu indra manusia;
2) persepsi telepati, yaitu kemampuan pengetahuan kegiatan mental individu lain; dan
3) persepsi clairvoyance, yaitu kemampuan melihat peristiwa atau kejadian di tempat lain, jauh dari tempat orang yang bersangkutan.

6.    Etos Kebudayaan
     Etos atau jiwa kebudayaan (dalam antropolog) berasal dari bahasa Inggris berarti watak khas. Etos sering tampak pada gaya perilaku warga misalnya, kegemaran-kegemaran warga masyarakatnya, serta berbagai benda budaya hasil karya mereka, dilihat dari luar oleh orang asing. Contohnya, kebudayaan Batak dilihat oleh orang Jawa, sebagai orang yang agresif, kasar, kurang sopan, tegas, konsekuen, dan berbicara apa adanya. Sebaliknya kebudayaan Jawa dilihat oleh orang Batak, memancarkan keselarasan, kesuraman, ketenangan yang berlebihan, lamban, tingkah laku yang sukar ditebak, gagasan yang berbelit-belit, feodal, serta diskriminasi terhadap tingkatan sosial.


2.1.4        Sifat-Sifat Budaya
          Kendati kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat itu tidak sama, seperti di Indonesia yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang berbeda, tetapi setiap kebudayaan mempunyai ciri atau sifat yang sama. Sifat tersebut bukan diartikan secara spesifik, melainkan bersifat universal. Di mana sifat-sifat budaya itu akan memiliki ciri-ciri yang sama bagi semua kebudayaan manusia tanpa budaya di mana pun.
       Sifat hakiki dari kebudayaan tersebut sebagai berikut :
1.    Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.
2.    Budaya telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3.    Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4.    Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakan-tindakan yang diizinkan.


2.1.5        Manusia sebagai Pencipta dan Pengguna Kebudayaan
            Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Manusia yang telah dilengkapi Tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan mereka khalifah di muka Bumi dan diberikan kemampuan yang disebutkan oleh Supartono dalam Rafael Raga Maran, (1999: 36) sebagai daya manusia. Manusia memiliki kemampuan daya antara lain akal, intelegensia, dan intuisi; perasaan dan emosi; kemauan; fantasi; dan perilaku.

            Dengan sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut, maka nyatalah bahwa manusia menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada karena ada manusia penciptanya dan manusia dapat hidup  di tengah kebudayaan yang diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendukungnya. Dialektika ini didasarkan pada pendapat Peter L. Berger (1929), yang menyebutkan sebagai dialektika fundamental. Dialektika fundamental ini terdiri atas tiga tahap: (1) tahap eksternalisasi; (2) tahap objektivasi; dan (3) tahap internalisasi.

            Tahap eksternalisasi adalah proses pencurahan diri manusia secara terus-menerus ke dalam dunia melalui aktivitas fisik dan mental. Tahap objektivitas adalah tahap aktivitas manusia menghasilkan suatu realita objektif, yang berada di luar manusia. Tahap internalisasi adalah tahap di mana realitas objektif hasil ciptaan manusia diserap oleh manusia kembali. Jadi, ada hubungan berkelanjutan antara realitas internal dengan realitas eksternal.

            Kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Bermacam-macam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggotanya seperti kekuatan alam maupun kekuatan lain yang tidak selalu baiknya. Kecuali itu, manusia memerlukan kepuasan baik di bidang spiritual maupun materiel. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
            Hasil karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap lingkungan alamnya, sehingga kebudayaan memiliki peran sebagai berikut :
1.    Suatu hubungan pedoman antarmanusia atau kelompoknya.
2.    Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan lain.
3.    Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia.
4.    Pembeda manusia dan binatang.
5.    Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berperilaku di dalam pergaulan.
6.    Pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
7.    Sebagai modal dasar pembangunan.

Manusia merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudayaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung pada kebudayaan sebagai hasil ciptaannya. Kebudayaan juga memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya.

Kebudayaan mempunyai fungsi yang besar bagi manusia dan masyarakat, berbagai macam kekuatan harus dihadapi manusia dan masyarakat seperti kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu, manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan baik secara spiritual maupun materiel.Kebudayaan masyarakat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan di dalamnya.

Dalam tindakan untuk melindungi diri dari lingkungan alam, pada taraf permulaan manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak di dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Keadaan yang berbeda pada masyarakat yang telah kompleks, di mana taraf kebudayaannya lebih tinggi. Hasil karya tersebut yaitu teknologi yang memberikan kemungkinan yang luas untuk memanfaatkan hasil alam bahkan menguasai alam.


2.1.6        Pengaruh Budaya Terhadap Lingkungan
Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada lingkungan tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas dari masyarakatnya yang tampak dari luar, artinya orang asing. Dengan menganalisis pengaruh akibat budaya terhadap lingkungan seseorang dapat mengtahui, mengapa suatu lingkungan tertentu akan berbeda dengan lingkungan lainnya dan menghasilkan kebudayaan yang berbeda pula.

Usaha untuk menjelaskan perilaku manusia sebagai perilaku budaya dalam kaidah dengan lingkungannya, terlebih lagi perspektif lintas budaya akan mengandung banyak variabel yang saling berhubungan dalam keseluruhan sistem terbuka. Pendekatan yang saling berhubungan dengan psikologi lingkungan adalah pendekatan sistem yang melihat rangkaian sistemik antara beberapa subsistem yang ada dalam melihat kenyataan lingkungan total yang melingkupi satuan budaya yang ada. 

Beberapa variabel yang berhubungan dengan masalah kebudayaan dan lingkungan sebagai berikut :
1.    Physical Environment, menunjuk pada lingkungan natural, seperti temperature, curah hujan, iklim, wilayah geografis, flora, dan fauna.
2.    Cultural Social Environment, meliputi aspek-aspek kebudayaan beserta proses sosialisasi seperti : norma-norma, adat istiadat, dan nilai-nilai.
3.    Environment Orientation and Representation, mengacu pada persepsi dan kepercayaan kognitif yang berbeda-beda pada setiap masyarakat mengenai lingkungannya.
4.    Environment Behavior and Process, meliputi bagaimana masyarakat menggunakan lingkungan dalam hubungan sosial.
5.    Out Carries Product, meliputi hasil tindakan manusia seperti membangun rumah, komunitas, kota beserta usaha-usaha manusia dalam memodifikasi lingkungan fisik seperti budaya pertanian, dan iklim.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa kebudayaan yang berlaku dan dikembangkan dalam lingkungan tertentu berimplikasi terhadap pola tata laku, norma, nilai dan aspek kehidupan lainnya yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.


2.1.7        Proses dan Perkembangan Kebudayaan
Sebagaimana diketahui bahwa kebudayaan adalah hasil cipta, karsa, dan rasa manusia karena kebudayaan mengalami perubahan dan perkembangannya sejalan dengan perkembangan manusia itu. Perkembangan tersebut dimaksudkan untuk kepentingan manusia sendiri karena kebudayaan diciptakan oleh dan untuk manusia.

Perkembangan kebudayaan terhadap dinamika kehidupan seseorang bersifat kompleks dan memiliki eksistensi dan berkesinambungan dan juga menjadi warisan sosial. Seseorang mampu memengaruhi kebudayaan dan memberikan peluang untuk terjadinya perubahan kebudayaan.Kebudayaan yang dimiliki suatu kelompok sosial tidak akan terhindar dari pengaruh kebudayaan kelompok-kelompok lain dengan adanya kontak-kontak antarkelompok atau melalui proses difusi. Suatu kelompok sosial; akan mengadopsi suatu kebudayaan tertentu bilamana kebudayaan tersebut berguna untuk mengatasi atau memenuhi tuntunan yang dihadapinya.

Pengadopsian suatu kebudayaan tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor lingkungan fisik. Misalnya iklim, topografi sumber daya alam dan sejenisnya. Sebagai contoh: orang-orang yang hidup di daerah yang kondisi lahan atau tanahnya subur (produktif) akan mendorong terciptanya suatu kehidupan yang favourable untuk memproduksi bahan pangan. Jadi, terjadi suatu proses keserasian antara lingkungan fisik dengan kebudayaan yang terbentuk di lingkungan tersebut, kemudian ada keserasian juga antara kebudayaan masyarakat yang satu dengan kebudayaan masyarakat tetangga dekat. Kondisi lingkungan seperti ini memberikan peluang untuk berkembangnya peradaban (kebudayaan) yang lebih maju. Misalnya, dibangun sistem irigasi, teknologi pengolahan lahan dan makanan, dan sebaginya.

Kebudayaan dari suatu kelompok sosial tidak secara komplet ditentukan oleh lingkungan fisik saja, namun lingkungan tersebut sekadar memberikan peluang untuk terbentuknya sebuah kebudayaan. Dari waktu ke waktu, kebudayaan berkembang seiring dengan majunya teknologi (dalam hal ini adalah sistem telekomunikasi) yang sangat berperan dalam kehidupan setiap manusia.Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala bidang, termasuk dalam hal kebudayaan. Mau tidak mau kebudayaan yang dianut suatu kelompok sosial akan bergeser. Cepat atau lambat pergeseran ini akan menimbulkan konflik antara kelompok-kelompok yang menghendaki perubahan dengan kelompok-kelompok yang tidak menghendaki perubahan.

Suatu komunitas dalam kelompok sosial bisa saja menginginkan adanya perubahan dalam kebudayaan yang mereka anut, dengan alasan sudah tidak sesuai lagi dengan zaman yang mereka hadapi saat ini. Namun perubahan kebudayaan ini kadang kala disalah-artikan menjadi suatu penyimpang kebudayaan. Interpretasi ini mengambil dasar pada adanya budaya-budaya baru yang tumbuh dalam komunitas mereka yang bertentangan dengan keyakinan mereka sebagai penganut kebudayaan tradisional selama turun-temurun.

Hal yang terpenting dalam proses pengembangan kebudayaan adalah dengan adanya control atau kendali terhadap perilaku regular (yang tampak) yang ditampilkan oleh para penganut kebudayaan. Karena tidak jarang perilaku yang ditampilkan sangat bertolak belakang dengan budaya yang dianut di dalam kelompok sosialnya. Yang diperlukan disini adalah kontrol sosial yang ada di masyarakat, yang menjadi suatu “cambuk” bagi komunitas yang menganut kebudayaan tersebut. Sehingga mereka dapat memilah-milah, mana kebudayaan yang sesuai dan mana yang tidak sesuai.


2.1.8        Problematika Kebudayaan
Beberapa Problematika Kebudayaan antara lain :
1.    Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan.
Keterkaitan orang Jawa terhadap tanah yang mereka tempati secara turun-temurun diyakini sebagai pemberi berkah kehidupan. Mereka terkadang enggan meninggalkan kampong halamannya atau beralih pola hidup sebagai petani. Padahal hidup mereka umumnya belum begitu bagus,
2.    Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksana pembangunan. Contohnya, program Keluarga Berencana atau KB semula ditolak masyarakat, mereka beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.
3.    Hambatan budaya berkaitan dengan faktor psikologi atau kejiwaan.
Upaya untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena bencana alam banyak mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran penduduk bahwa di tempat yang baru hidup mereka akan lebih sengsara dibandingkan dengan hidup mereka di tempat yang lama.
4.    Mereka yang terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat luar.
Masyarakat daerah-daerah terpencil yang kurang komunikasi dengan masyarakat luar, karena pengetahuannya serba terbatas, seolah-olah tertutup untuk menerima program-program pembangunan.
5.    Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Sikap ini sangat mengagung-agungkan budaya tradisional sedemikian rupa, yang menganggap hal-hal baru itu akan merusak tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki secara turun-temurun
6.    Sikap Etnosentrisme.
Sikap etnosentrisme adalah sikap yang mengagungkan budaya suku bangsanya sendiri dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Sikap semacam ini akan mudah memicu timbulnya kasus-kasus sara, yakni pertentangan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Kebudayaan yang berkembang dalam suatu wilayah seperti Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beberapa suku bangsa dan budaya yang beraneka ragam. Masing-masing kebudayaan itu dianggap sebagai satu ciri khas daerah lokal. Yang terkadang justru menimbulkan sikap etnosentrisme pada anggota masyarakat dalam memandang kebudayaan orang lain.
Sikap etnosentrisme dapat menimbulkan kecenderungan perpecahan dengan sikap kelakuan yang lebih tinggi terhadap budaya lain.
7.    Perkembangan IPTEK sebagai hasil dari kebudayaan, sering kali disalahgunakan oleh manusia, sebagai contoh nuklir dan bom dibuat justru untuk menghancurkan manusia bukan untuk melestarikan suatu generasi, obat-obatan diciptakan untuk kesehatan tetapi dalam penggunaannya namyak disalahgunakan yang justru mengganggu kesehatan manusia.





2.2Manusia Dan Kegelisahan
2.2.1 Kegelisahan Dan Gejala
1.      Konsep Kegelisahan
Gelisah adalah kata ungkapan perasaan psikologis atau kejiwaan seseorang. Menurut arti katanya, “gelisah” artinya: perasaan tidak tentram, perasaan tidak tenang, perasaan tidak sabar lagi, perasaan cemas dan khawatir. Perasaan tersebut bersifat kodrati yang bersumber pada unsur “rasa” dalam diri manusia. Gelisah dan kegelisahan adalah gejala universal, khawatir, yang ada pada manusia manapun.

Kegelisahan yang terjadi pada seseorang dapat disebabkan oleh berbagai factor yang saling berkaitan, yang bersumber pada keadaan tertentu, perbuatan orang lain, atau sikap dan perbuatan sendiri. Berbagai fakktor tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Ketidakpastian, yaitu bersumber pada keadaan tertentu, misalnya krisis moneter atau pengecauan keamanan pada keadaan yang tidak henti-hentinya, sehingga tidak dapat dipastikan kapan berakhirnya.
b.      Ketidakpastian, yang bersumber pada perbuatan orang lain, misalnya penculikan seseorang anak atau meralikan anak gadis yang tidak diketahui dibawa kemana, sehingga tidak dapat dipastikan mengenai nasibnya.
c.       Keteransingan, yang bersumber pada sikap diri sendiri, misalnya angkuh, sombong atau tidak perduli dengan tetangga, sehingga karena sikapnya yang tidak simpatik itu dia terasing dari masyarakat.
d.      Kesepian, yang bersumber pada perbuatan sendiri misalnya penyelewengan dengan wanita lain

Kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau gerak gerik seseorang dalam situasi tertentu. Gejala tingkah laku atau gerak gerik seseorang umumnya misalnya berjalan mondar mandir dalam ruang tertentu sambil menundukkan kepala dan lain-lain. Kegelisahan seseorang dapat juga diamati melalui ketidak adaan minat minat bekerja, tidak mau makan seperti biasanya, tidur seperti diatas bara, atau tidak ada minat belajar.
2.      Kegelisahan, Pengaruhnya, dan Harapan
Kegelisahan yang terjadi pada seseorang akan berpengaruh secara psikologis, tidak hanya pada kehidupan pribadinya, tetapi jiga pada kehidupan orang lain, yaitu anggota keluarga, masyarakat tetangga.Kegelisahan pada dasarnya dapat terjadi karena suasana yang tidak pasti  (ketidakpastian), merasa tersaing (ketersaingan), merasa sepi (kesepian) akibat sikap dan perbuatan sendiri. Dampaknya dapat diperkirakan, ancaman kemungkinan hilangnya harga diri atau martabat dimata tetangga, kehilangan nama baik dimata masyarakat, jabatan dikantor, ataupun kehilangan kekayaan.

Ketidakpastian, keterasingan dan kesepian tidak selalu berdiri sendiri-sendiri, dapat terjadi kait mengait satu sama lain. Misalnya, keterasingan dapat membuat orang kesepian, tetapi kesepian belum tentu membuat orang dalam keterasingan. Orang yang mengalami tidak kepastian merasa gelisah, tetapi tidak kesepian atau tidak terasing. Ketiga factor penyebab rasa kegelisahan ini harus mengenai nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat unik, yaitu menyentuh harkat dan martabat manusia. Kegelisahan dalam arti sehari – hari yang tidak unik, tidak menyentuh harkat dan martabat manusia tidak termasuk dalam ketiga konsep tersebut.

Kegelisahan selalu mengarah pada suasana negative atau ketidaksempurnaan, tetapi mempunyai harapan. Kegelisahan juga mengarah pada suasana positif atau optimis karena masih ada harapan bebas dari kegelisahan, yang mendorong manusia mencari kesempurnaan dan mendorong manusia menjadi kreatif dan produktif.

2.2.2        Faktor Penyebab Kegelisahan
1.      Ketidakpstian
Ketidakpastian artinya keadaan yang tidak pasti, tidak tentu, tidak dapat ditentukan, tidak tahu, keadaan tanpa arah yang jelas, keadaan tanpa asal usul yang jelas. Keadaan seperti inilah lebih kuat pada status, nama baik dan martabat seseorang,, yang menyentuh nilai kemanusiaannya sehingga dirasakan akan merugikan haknya. Ketidakpastian masih memberi harapan kepada orang yang mengalaminya karna dengan ketidakpastian itu dia berusaha mencari kesempurnaan supaya bebas dari kegelisahan.

2.      Keterasingan
Keterasingan artinya keadaan yang membuat tersisih, terpisah, dan terpencil dari masyarakat baik-baik. Hal yang menjadi sumber keadaan keterasingan adalah perilakunya yang tidak dapat diterima atau tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat, atau karena kekurangan yang ada pada diri sendiri, sehingga dia tidak dapat atau sulit menyesuaikan diri dalam masyarakat. Perilaku yang tidak dapat diterima atau dibenarkan itu selalu menimbulkan keonaran dalam masyarakat, sifatnya bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Hal ini akan merugikan harta, nama baik, martabat, dan harga diri orang lain. Oleh karena itu, orang yang berbuat dibenci oleh masyarakat dan berada dalam keterasingan. Perbuatan itu misalnya mencuru, memperkosa, menganggu istri orang, menghina orang, atau angkuh dan sombong.Kekurangan pada diri seseorang juga dapat menempatkannya dalam keterasingan. Dalam hal ini, bukan masyarakat yang membuat orang itu terasing, melainkan dirinya sendiri karena tidak kemampuannya.

3.      Kesepian
Kesepian artinya keadaan sunyi, keadaan tidak ada seorangpun, keadaan tidak didampingi orang, keadaan tidak punya apa-apa. Kesepian yang dimaksud adalah kesepian dalam asri psikologis yang dalam yang sangat berpengaruh pada jalan kehidupan manusia. Kesepian membuat manusia gelisah karena menyentuh nilai-nilai kemanusiaan, harkat, dan martabat manusia

Dalam kehidupan manusia, kesepian tidak selalu mengubah jalan kehidupan manusia kearah yang negative, yang merugikan ataupun yang menyengsarakan. Bahkan, dapat sebaliknya, membuat manusia tenang dan betah tinggal dirumah sendiri. Ketenangan dirumah sendiri bebas dari hiruk pikuk manusia dapat mendorong manusia menjadi kreatif mencipta dan berkarya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MATERI SISTEM EKSKRESI KELAS 8 IPA