FISIKA
LINGKUNGAN
“KENAPA GARAM DIGUNAKAN
SEBAGAI BAHAN UNTUK MEMBUAT HUJAN BUATAN”
NAMA:
BS. DITA FITRI
NIM:
A1C317054
KELAS:
PENDIDIKAN FISIKA REGULER A 2017
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN
ILMUPENGETAHUANALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2019
Kenapa
Menggunakan Garam Untuk Membuat Hujan Buatan?
Awan sebenarnya telah
mengandung uap air, hasil penguapan dari laut, sungai, danau dan dari tumbuhan.
Namun, kandungan uap air masih di bawah titik jenuh sehingga tidak terjadi
kondensasi membentuk air hujan.
Yang dimaksud titik
jenuh adalah kandungan maksimum uap air yang diijinkan di udara agar tetap
stabil menjadi uap air dan tidak berubah fase menjadi fase cair. Titik jenuh
tersebut bergantung pada suhu dan tekanan udara. Makin tinggi suhu udara maka
titik jenuh terjadi pada kandungan uap air yang lebih tinggi, dan sebaliknya.
Ketika kelembaban udara
80% artinya kandungan uap air masih 80% dari titik jenuh dan tidak akan terjadi
hujan. Titik jenuh adalah kondisi ketika kelembanan udara sama dengan 100%.
Jika tiba-tiba kelembaban di atas 100% maka kondisi menjadi tidak stabil.
Kelebihan uap air sebanyak 20% akan mengalami perubahan fase menjadi zat cair
sehingga kelembaban akhir udara maksimal 100%. Dengan demikian, agar terjadi
kondensasi dan hujan, maka suhu awan harus turun sehingga kelembaban uap yang
semula di bawah titik jenuh menjadi di atas titik jenuh (ingat makin rendah
suhu maka kandungan uap air yang bersesuaian dengan titik jenuh makin kecil).
Kelebihan kelembaban itu akan berubah menjadi cair dan turun sebagai hujan.
Mekanisme terbentuknya
titik-titik zat cair dari uap disebut nukleasi. Sebenarnya molekul sering
bertabrakan dan membentuk kumpulan molekul. Namun jika ukuran kumpulan molekul
kurang dari jari-jari kritis maka kumpulan tersebut kembali menjadi molekul
terpisah. Jari-jari kritis ditentukan oleh energi permukaan dan energi Gibbs
zat cair. Energi permukaan cenderung memecah kumpulan molekul sedangkan energi
Gibbs cenderung menyatukan molekul. Kompetisi dua energi tersebut yang
menentukan jari-jari kiritis. Ketika secara tiba-tiba ukuran kumpulan molekul
lebih besar dari jari-jari kiritis maka ukuran kumpulan tersebut bertambah
terus (tumbuh) hingga membentuk tetes air yang besar. Proses ini ditunjukkan
oleh Gambar 1.65.
Jika kandungan air di
awal selalu lebih rendah daripada titik jenuh maka tidak akan terjadi hujan.
Kondisi inilah yang terjadi saat musim kemarau. Pancaran sinar matahari sangat
menentukan kondisi tersebut. Suhu atmosfer yang tinggi dan penguapan yang
rendah menjadi faktor utama penyebab tidak tercapainya titik jenuh uap air di
awan. Dalam kondisi demikian pembuatan hujan buatan merupakan satu langkah
untuk mengurangi efek kekurangan air. Proses pembuatan hujan buatan dilakukan
dengan menyebar garam di awan yang mengandung cukup banyak uap air. Setelah
menunggu beberapa saat maka di lokasi tempat garam disebar terjadi hujan yang
umumnya sangat local.
Apa efek pemberian
garam?
Garam akan terurai
menjadi ion-ion. Ketika ion masuk ke dalam kumpulan molekul air maka sebagian
molekul menjadi bermuatan positif dan sebagian menjadi bermuatan negatif.
Molekul yang telah terionisasi tersebut menghasilkan tarikan tambahan pada
molekul. Dengan demikian, pada kasus ini yang berperan menyatukan molekul
menjadi dua: energi Gibbs dan gaya tarik listrik akibat tarikan molekul yang
terionisasi. Ini berakibat jari-jari kritis bagi terbentuknya droplet menjadi
lebih kecil. Proses ini sering disebut “ion-induced nucleation”. Dengan
demikian, hujan lebih mudah terjadi.
Prinsip serupa telah
digunakan oleh ahli fisika pawa awal abad 20 untuk mendeteksi keberadaan
partikel elementer melalui ruang berawal (cloud chamber). Suatu ruang diisi
dengan uap air yang mendekati titk jenuh. Uap persebut sudah siap untuk
mengalami kondensasi menjadi titik-titik air. Ketika ada partikel bermuatan
yang melintas dalam ruang tersrbut maka sepanjang lintasan terjadi kondesasi
karena mekanisme ion-induced nucleation. Prosesnya sama dengan pembentukan
hujan buatan di mana titik air terbentuk karena pemberian garam. Jika dalam
ruang tersebut juga diberikan medan listrik maka lintasan partikel membelok
akibat gaya listrik. Berdasarkan arah pembelokan tersebut maka jenis muatan
partikel partikel dapat ditentukan.
Gambar 1.66 adalah
contoh cloud chamber beserta lintasan yang dihasilkan. Cloud chamber
diperkenalkan oleh Charles Thomson Rees Wilson dari Skotlandia. Wilson menerima
hadiah Nobel Fisika tahun 1927 atas penemuan ini. Dengan alat ini telah
ditemukan positron (electron bermuatan positif) oleh Carl David Anderson tahun
1932. Keberadaan positron telah diramalkan secara teori oleh ahli fisika
Inggris Paul Dirac tahun 1928 dan baru ditemukan empat tahun kemudian oleh
Anderson. Atas penemuan ini, Anderson menerima hadiah Nobel Fisika tahun 1936
Bahan untuk
“mempengaruhi” proses yang terjadi di awan terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Bahan untuk
“membentuk” es, dikenal dengan glasiogenik, berupa Perak Iodida (AgI).
2. Bahan untuk
“menggabungkan” butir-butir atmosphere di awan, dikenal dengan higroskopis,
berupa garam dapur atau Natrium Chlorida (NaCl), atau CaCl2 dan Urea.
1. Proses Hujan Buatan :
Sifat awan yang
menyebabkan hujan oleh manusia digunakan untuk membuat hujan buatan. Dalam
mempercepat hujan, orang memberi zat higroskopis sebagai inti kondensasi (perak
dioksida, kristal es, es kering atau CO2 padat). Zat-zat tersebut ditaburkan ke
udara dengan menggunakan pesawat terbang. Pembuatan hujan buatan disebut
sebagai suatu proses pemodifikasian awan dengan menggunakan bahan-bahan kimia,
terutama NaCl (garam dapur).
2. Bahan-bahan kimia
yang diperlukan
Untuk mempercepat
turunnya hujan buatan dengan memberi zat higroskopis sebagai inti kondensasi.
Garam-garaman seperti NaCl dan CaCl2 dalam bentuk bubuk dengan hole 10-50
mikron, ternyata cukup higroskopis jika disebarkan di udara. Garam-garam itu di
udara akan berperan sebagai titik pangkal pembentukan uap-uap atmosphere pada
awan. Pembentukan butir-butir atmosphere juga dapat dilakukan dengan penyebaran
garam-garaman tersebut.
Tindakan selanjutnya
dapat digunakan bubuk urea. Penyebaran bubuk urea dilakukan beberapa jam
setelah penyebaran garam-garaman tadi atau setelah tumbuh awan-awan kecil
secara berkelompok pada beberapa beberapa tempat. Bubuk urea selain dapat
membentuk awan lebih lanjut, juga bersifat endotermi (menyerap panas) yang
sangat baik bila bereaksi dengan atmosphere atau uap air. Penyebaran bubuk urea
di siang hari dapat mendinginkan lingkungan sekitarnya sehingga
kelompok-kelompok kecil awan segera bergabung menjadi kelompok-kelompok besar.
Kelompok awan besar
biasanya segera terlihat agak kehitam-hitaman artinya awan hujan telah terbentuk.
Tindakan berikutnya adalah penyebaran larutan yang berkomposisi air, urea serta
amonium nitrat dengan perbandingan 4 : 3 : 1 ke dalam kelompok-kelompok besar
awan yang tampaknya hitam. Besarnya larutan yang disebarkan antara 50 u – 100 u
dengan menggunakan peralatan mikron atmosphere yang dipasang di pesawat.
Larutan ini cukup dingin yaitu sekitar 4° C, yang akan mengikat awan dan mudah
meresap ke dalam awan, sehingga dapat mendorong pembentukan butir-butir
atmosphere yang lebih besar karena berat butir-butir atmosphere tersebut akan
turun dan menimbulkan hujan.
Garam-garaman yang
telah disebarkan di udara punya sifat-sifat fisis tertentu, seperti NaCl dan
CaCl2 bila bereaksi dengan atmosphere dapat mengeluarkan panas, sedangkan urea
dapat menyerap panas. Karena itu waktu disebar di udara akan timbul reaksi sebagai
berikut:
NaCl + H2O —- ion-ion +
910 K Cal (eksoterm)
CaCl2 + H2O — ion-ion +
915 K Cal (eksoterm)
Urea + H2O —- ion-ion –
425 K Cal (endoterm)
Sifat garam-garam
tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
Sifat NaCl (garam
dapur): berbentuk kristal, mudah larut dalam atmosphere (36 g/100 ml atmosphere
daripada 20°C), dalam bentuk bubuk bersifat higroskopis, banyak terdapat di
udara (dari atmosphere laut), campuran NaCl dengan es cair mencapai -20°C.
Sedangkan CaCl2 adalah berbentuk kristal.
Garam dapur yang
dimaksud bukanlah garam meja, tetapi adalah garam yang mempunyai sifat
higroskopis yang jauh lebih besar daripada garam meja, sehingga garam meja tak
dapat digunakan.
3. Perhitungan waktu
yang tepat
Sebelum menyebarkan
garam-garaman faktor-faktor klimatologi di daerah itu harus
diperhitungkan. Penyebaran dilakukan pada ketinggian 4000-7000 kaki, dengan
perhitungan faktor arah angin dan kecepatannya yang akan membawa awan ke daerah
sasaran. Penyebaran NaCl dan CaCl2 hendaknya dilakukan pada pagi hari sekitar
07.30, dengan perhitungan karena pembentukan awan berlangsung pada pagi hari
(dengan memperhatikan terjadinya penguapan).
Penyebaran bubuk urea
biasanya dilakukan sekitar pukul 12.00, dengan perhitungan awan dalam
kelompok-kelompok kecil telah terbentuk, sehingga memungkinkan penggabungan
awan dalam kelompok besar. Kelompok awan besar yang dimaksud yang dasarnya
tampak kehitam-hitaman.
Saat awan besar dengan
dasar yang kehitam-hitaman terbentuk, sekitar pukul 15.00 dilakukan penyebaran
larutan campuran yang telah dikemukakan di atas. Perhitungannya pada jam-jam
tersebut awan telah terbentuk.
Perhitungan lainnya
yang harus diperhatikan adalah faktor cuaca yang memenuhi persyaratan, yaitu
yang mengandung uap atmosphere dengan kelembapan minimal 70%. Kelembapan harus
memadai sehingga waktu inti kondensasi (NaCl dan CaCl2) disebarkan akan segera
terjadi kondensasi. Kecepatan angin juga di daerah itu sekitar 10 knots dan tak
terdapat lapisan inversi di udara.
Jadi kesimpulannya
untuk mempercepat turunnya hujan buatan dengan memberi zat higroskopis sebagai
inti kondensasi (garam-garaman NaCl dan CaCl2) pada waktu yang tepat.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar