Selasa, 30 Januari 2018


KARYA ILMIAH PANCASILA
“KEPEMIMPINAN BERMORAL PANCASILA”




NAMA : BS. DITA FITRI
                                                             NIM : A1C317054
                                                             KELAS : REGULER A


DOSEN PENGAMPU:
Ahmad Fauzan, S. Pd., M. Pd.



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
 PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017


DAFTAR ISI

Daftar Isi ………………………………………………………………………….ii
BAB I  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….................  1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………...............   2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………..  2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka………………………………………………………….........  3
2.1.1. Pengertian Kepemimpinan…………………………………………………   3
2.1.2. Kepemimpinan  Bermoral Pancasila…………………………….................    5
2.1.3.Alasan Pancasila dijadikan sebagai landasan kepemimpinan yang bermoral Pancasila di Indonesia…………………………………………….………..                   7
2.1.4 Cara Menjadi Seorang Pemimpin Yang Bermoral Pancasila………...............    14
2.2. Studi Kasus………………………………………………………………….   16
2.3. Problem Solving……………………………………………………………...   18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..... 21
3.2. Refleksi/Paradigma…………………………………………………………....  22
3.3. Saran…………………………………………………………..……………... 22
Daftar Pustaka……………………………………………………..……................ 23





BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Kepemimpinan adalah cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Pemimpin mempunyai kedudukan paling penting dalam sebuah komunitas, kelompok masyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini tidak akan aman, maju, terarah jika tidak adanya seorang pemimpin maka kata kunci keberhasilan suatu bangsa dan negara adalah terletak pada seorang pemimpin. Pemimpin yang mampu memberi rasa aman, tentram dan mampu mewujudkan cita-cita rakyatnya adalah sosok pemimpin yang berhasil dalam kepemimpinanya.
Kepribadian pemimpin nasional yang dirindukan oleh rakyat adalah “keteladanan”. Keteladanan tentang kebenaran, kejujuran, keadilan, tentang keberpihakan kepada rakyat. Keteladanan yang diharapkan misalnya para pemerintah-pemerintah melakukan tugasnya dengan sebenar-benarnya, tidak adalagi yang melakukan korupsi, didalam pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) siap menerima lawan (rival) yang menang, sehingga kehidupan Negara dan kehidupan berpolitik tetap sehat.
Menurut Bapak Zainuddin Saifullah Nainggolan bahwa moral merupakan sebuah tolak ukur. Moral dapat digunakan untuk mengukur kadar baik dan buruknya suatu tindakan manusia sebagai anggota masyarakat (member of society) atau sebagai manusia yang memiliki posisi tertentu atau pekerjaan tertentu. Jadi, moral addalah suatu keyakinan atau perbuatan tentang benar salah, baik atau buruk yang sesuai dengan kesepakatan sosial yang mendasar tindakan ataupun pemikiran.
Pancasila adalah Dasar Negara Indonesia yang lahir dengan tahap yang panjang, selain itu juga Pancasila dijadikan paradigma dalam perkembangan bangsa Indonesia menjadi sebuah Negara maju. Pancasila juga dapat melahirkan pemimpin yang sesuai dengan sila-sila Pancasila baik sila pertama sampai sila kelima.
Menurut Amin (2015:99-100) moral Pancasila mengamanatkan kejujuran, kebenaran, persatuan, persaudaraan, keikhlasan, musyawarah dan keadilan. Kepemimpinan yagn bermoral Pancasila tidak pernah iri, dengki dengan sahabatnya yang sukses, termasuk  menang dalam pemilihan kepala Negara (Presiden), pemilihan kepala daerah (gubernur dan bupati/walikota). Ikhlas menerima kekalahan dan mendukung sahabat yang menang. Kepemimpinan nasional yang seperti ini yang tengah dirindukan oleh rakyat sekarang, yaitu yang berpandangan hidup (berideologi) Pancasila yang mengandung nilai-nilai moral yang tinggi atau dengan kata lain kepemimpinan Pancasialis.
Dengan demekian dibutuhkan sosok pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang bermoral Pancasila, agar tercapainya masyarakat yang sejahtera, adil dan merata, terutama dalam menjadi seorang Pemimpin Nasional.
1.2. Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian kepemimpinan?
2.         Apa itu kepemimpinan bermoral Pancasila?
3.         Mengapa Pancasila dijadikan sebagai landasan kepemimpinan yang bermoral di Indonesia?
4.         Bagaimana cara menjadi seorang pemimpin yang bermoral Pancasila?
1.3. Tujuan
1.         Dapat menyelesaikan tugas Pancasila
2.         Dapat mengetahui pengertian kepemimpinan.
3.         Dapat mengetahui apa itu kepemimpinan bermoral Pancasila.
4.         Dapat mengetahui alasan Pancasila dijadikan sebagai landasan kepemimpinan yang bermoral Pancasila di Indonesia.
5.         Dapat mengetahui cara menjadi seorang pemimpin yang bermoral Pancasila.

BAB II
PEMAHASAN
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Nawawi (2006:20-21) menyatakan bahwa:
Salah satu pengertian kepemimpinan telah dikemukakan oleh Stephen P Robbins yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian (tujuan). Pendapat ini memandang semua anggota kelompok/organisasi sebagai satu kesatuan, sehingga kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok/organisasi agar bersedia melakukan kegiatan/bekerja untuk mencapai tujuan kelompok/organisasi.
Pengertian berikutnya dikemukakan oleh Robbert G Owens yang mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu interaksi antar suatu pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin. Pendapat ini menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses dinamis yang dilaksanakan melalui hubungan timbal balik antara pemimpin dan yang dipimpin. Hubungan tersebut berlangsung dan berkembang melalui transaksi antar pribadi yang saling mendorong dalam mencapai tujuan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah hubungan interpersonal berdasarkan keinginan bersama. Kepemimpinan bukan suatu sebab tetapi akibat atau hasil dan perilaku kelompok, sehingga tanpa ada anggota (pengikut), maka tidak ada pemimpin. Pemimpin yang kuat adalah yang diakui dan didukung seluruh anggotanya.
Armawan (2014:383) menyatakan bahwa:
Kepemimpinan. Kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tidak tampak oleh bawahannya. Kepemimpinan menunjukkan secara langsung maupun tidak langsung tentang keyakinan seorang pemimpin terhadap kemampua bawahannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergukan oleh seorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Dalam hal ini usaha menyelaraskan prepsepsi di antara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Salah satu teori kepemimpinan yang pertama adalah teori sifat atau teori ciri. Teori jalur tujuan (path Goal Theory) yang dikembangkan oleh House dalam Kreithner dan Kinicki, menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan  usaha yang serius. Menurut Bass dan Avolio dalam Yukl, gaya kepemimpinan terdiri dari gaya kepemimpinan transformasional, gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan kendali bebas (laissez-faire). Gaya kepemimpinan transormasional merupakan salah satu diantara sekian modal, yang menurut Tracey dan Hinkin adalah sebagai sebuah proses saling meningkattkan di antara para pemimpin dan pengikut ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.
Kariadi dan Suprapto (2017:88-89) menyatakan tentang kepemimpinan sebagai berikut:
Kepemimpinan dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008), dijelaskan berasala dari kata pemimpin sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Istilah pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama yakni kata pimpin. Dengan demikian kepemimpinan disini secara umum diadopsi dari kata pemimpin yang memilki makna utama sebagai yang terdepan dalam membawa sekelompok orang atau masyarakat dalam mencapai tujuannya.
2.1.2. Kepemimpinan  Bermoral Pancasila.
Pada dasarnya kepemimpinan di Indonesia adalah kepemimpinan yang berlandaskan nilai-nilai pancasila (Kepemimpinan Pancasila). Kepemimpinan pancasila mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kepemimpinanya, baik itu nilai ke-Tuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Kepemimpinan Thesis adalah kepemimpinan yang religius dan melaksanakan hal-hal yang harus diperbuat yang diperintahkan Tuhannya, dan menjauhkan diri dari setiap larangan Tuhan dan agamanya. Kepemimipinan ini didasarkan pada sila pertama yaitu ke-Tuhanan Yang Maha Esa.  Kepemimpinan tipe thesis ini biasanya dimainkan oleh tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh religius dan pemimpin yang taat pada aturan agamanya. Ajaran-ajaran agama menjadi tolak ukur setiap tindakan yang diambil oleh pemimpin yang seperti ini. Konsep kepemimpinan thesis ini sangat susah diterapkan karena merupakan konsep ideal suatu kepemimpinan, dan merupakan das sein namun das sollennya tidak semua pemimpin mampu mewujudkannya. Kepemimpinan tipe ini sangat dipengaruhi oleh ajaran agama yang dianutnya, misalnya islam dengan gaya nabi panutannya yaitu Nabi Muhammad, kemudian Kristen dengan tokoh panutannya yaitu Jesust Crist, serta  Hindu dan Budha dengan Dewa yang mereka yakini sebagai tokoh panutan dalam bertindak.
Menurut Zainuddin Saifullah Nainggolan moral ialah suatu tendensi rohani untuk melaksanakan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat. pengertian moral ini berkaitan erat dengan akhlak manusia atau fitrah manusia yang diciptakan memang dengan kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk.
Pancasila menjadi way of life/pandangan hidup bangsa yang merupakan pegangan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia merupakan pegangan dasar bagi setiap warga Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan modal dasar bagi Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menciptakan serta melanjutkan cita-cita bangsa yang telah berhasil diperjuangkan oleh pemimpin-pemimpin bangsa masa lau, bagi generasi penerus serta anak cucu yang akan datang dapat lebih meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan dari segala aspek, untuk mencapai cita-cita bangsa, kebahagian dan kesajahteraan yang lebih baik sesuai cita-cita bangsa sebagaimana disebut dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Burhan, 2016:188-189).
Nilai-nilai Moral Pancasila yang berlaku universal (umum) merupakan bukti bahwa nilai Moral Pancasila tidak akan luntur dan tidak akan pernah  ditinggalkan karena relevansinya berlaku sepanjang masa, tidak akan ada rakyat Indonesia dan rakyat dari bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengakui eksistensinya Tuhan (kecuali atheis). Tidak akan ada rakyat Indonesia dan rakyat dari bangsa-bangsa di dunia yang tidak menghendaki pemberlakuan keadilan yang berasaskan kepada peradapan, tidak akan ada rakyat Indonesia dan rakyat dari bangsa-bangsa di dunia yang menginginkan perpecahan, tetapi sekaligus menjungjung tinggi persatuan, tidak akan ada rakyat Indonesia dan rakyat dari bangsa-bangsa di dunia yang menolak musyawarah untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan masalah terutama sekali menyelesaikan masalah bangsa (Amin, 2015:86)
Amin (2015:99-100) berpendapat tentang kepemimpinan bermoral Pancasila sebagai berikut:
Moral Pancasila mengamanatkan kejujuran, kebenaran, persatuan, persaudaraan, keikhlasan, musyawarah dan keadilan. Kepemimpinan yang bermoral Pancasila tidak pernah iri, dengki dengan sahabatnya yang sukses, termasuk menang dalam pemilihan kepala Negara (Presiden), pemilihan kepala gubernur dan bupati/walikota). Ikhlas menerima kekalahan dan mendukung sahabat yang menang. Kepemimpinan Nasional yang seperti ini yang tengah dirindukan oleh rakyat sekarang, yaitu yang berpandangan hidup (berideologi) Pancasila yang mengandung nilai-nilai moral yang tinggi atau dengan kata lain kepemimpinan Pancasialis.
Jujur dan berkata benar adalah tiangnya agama, kepemimpinan yang jujur dan berkata benar, tidak berbohong, tidak berdusta, tidak ingkar janji adalah kepemimpinan yang amanah yang mampu membawa bangsa dan Negara menuju masa depan yang cemerlang dan gemilang, Indonesia Baru yang dihuni oleh masyarakat madani, masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Kepemimpinan seperti ini adalah yang bermoral Pancasila.
Sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya berdusta atas nama ku tidak bisa dipersamakan dengan kedustaan pada orang lain, maka siapa yang berdusta pada ku dengan sengaja, maka tempatkanlah dirinya dalam neraka.”
Pidato Khalifah Abu Bakar As-Siddiq RA, dalam memilih profil seorang pemimpin yang baik:
“Saudara-saudara, aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik di antara kalian semua. Untuk itu jika  aku berbuat baik bantulah aku,  dan jika aku berbuat salah luruskanlah aku. Safat jujur itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah penghianatan.”
2.1.3. Alasan Pancasila dijadikan sebagai landasan kepemimpinan yang bermoral Pancasila di Indonesia.
Amin (2015:20-26) menyatakan bahwa nilai nilai Moral Pancasila dari sila-sila Pancasila; Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebikaksanaan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dijabarkan sebagai berikut:
a.       Keyakinan dan Kerukunan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diyakini kebenarannya adalah Pandangan Hidup Bangsa Indonesia yang telah dirumuskan para pendiri negri, yaitu Pancasila. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang multi agama. Kerukunan antar umat beragama, inter umat beragama dan antar umat beragama dengan pemerintah adalah kunci keberhasilan mencapai masyarakat adil, makmur, aman dan sejahtera.
Nilai-nilai moral yang terkandung didalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa:
1.      Keyakinan terhadap eksistensi Allah Tuhan Yang Maha Kuasa dalam bentuk konsistensi menjalankan perintah ajaran agama (beribadah dalam arti luas)
2.      Keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa membuahkan perilaku yang bermoral dalam kehidupan sehari-hari dalam perilaku nyata yang dilandasi keyakinan masing-masing pemeluk agama.
3.      Keyakinan terhadap perilaku saling menghormati, toleransi antar pemeluk agama dan inter pemeluk agama, merupakan ajaran untuk mewujudkan kerukunan dan mengharmoniskan kehidupan bermasyarakt, berbangsa dan bernegara.
4.      Kebebasan menjalanlan ibadah menurut agama yang diyakini, tidak ada pemaksaan kehendak kepada orang lain untuk  memeluk agama tertentu.
5.      Keyakinan bahwa  mewujudkan hablumminallah dan hablumminannas adalah ajaran agama yang mulia.
b.      Keberadaban (Beradab)
Moral Pancasila yang kedua adalah Kemanusiaan Yanng Adil dan Beradab. Keadilan yang dimaksud adalah cara bertindak yang dilandasi norma-norma hukum dan norma-norma agama. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran menurut adab dan beradab yang berlaku, yang diputuskan secara bijaksana yang dapat  diterima orang banyak karena sesuia dengan keberadaban yang berlaku.
Nilai-nilai moral yang terkandung dalam dalam sila kemanusiaan Yang Adil dan Beradab:
1.      Manusia adalah makhluk yang beradab dalam arti manusia memiliki martabat, hakikat, derajat yang tinggi sebagai makhluk ciptaan Allah S.W.T yang paling mulia dibumi.
2.      Manusia adalah makhluk yang beragama dan menjalankan perintah agama menurut nilai-nilai luhur agama yang dianut pemeluknya.
3.      Manusia adalah makhluk berrbudaya dan konsisten mewujudkan perilaku berbudaya dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Manusia memiliki daya piker, daya cipta, dan daya karsa untuk mewujudkan karya yang berbudi demi kemashlatan umat.
5.      Manusia adlah makhluk yang tinggi budinya dan kebenaran. Berarti manusia sejatinya diberlakukan secara adil dan berasab.
c.       Kebanggaan,  Kecintaan dan Kerukunan.
Moral Pancassila yang ketiga adalah Kebanggaan, Kecintaan, dan Kerukunan sebagai wujud nyata dari sila Persatuan Indonesia. Persatuan artinya satu utuh tak terpisahkan walaupun terdiri dari banyak etnis, buaya, agama, dan pulau-pulau besar dan kecil yang berpenghuni maupun yang belum berpenghuni.
Nilai-nilai moral yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia:
1.      Kecintaan dan bangga terhadap Tanah Air, Negara yang Berdaulat, Bahsa, dan Bendera Merah Putih dengan berusaha semaksimal mungkin membawa nama besar Bangsa Indonesia kedunia Internasional.
2.      Mencintai dan bangga terhadap NKRI sehingga rela berkorban jiwa, raga dan harta.
3.      Mencintai dan bangga sebagai bangsa yang merdeka dan mengisi kemerdekaan dengan pembangunan yang mensejahterkan rakyat dan mamakmurkan rakyat.
4.      Kebanggan terhadap pejuang yang rela berkorban dan meneruskan perjuangan para pendiri-pendiri Bangsa yang tercinta ini dan berusaha meneruskan karakter itu.
5.      Mencintai dan bangga kepada para pendiri Negeri ini tanpa pamrih dmi terwujudnya Negara Republik Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur yang berlandaskan pada nilai kerukunan untuk tetap bersatu.
6.      Kecintaan dan bangga terhadap negeri, bekerja penuh kejujuran dan kedisiplinan, tanggung jawab dan saling tolong-menolong.
d.      Ketaatan
Moral Pancasila yang keempat adalah keataan sebagai wujud dari sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/Perwakilan. Kerakyatan yang mengandung makna dari rakyat oleh rakyat, untuk rakyat, inilah yang disebut dengan demokrasi yang hakiki. Kebijaksanaan yang diambil untuk kepentingan bangsa dan Negara senantiasa diputuskan bersama melalui rakyat. Dalam pemerintahan  dinamakan pemerintah dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat. Dengan kata lain kedaulatan penuh berada ditangan rakyat. Pembukaan UUD 1945 memberikan arahan  yang mendasar dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat. Secara lengkap bunnyinya seperti yang terdapat dalam sila keempat yaitu: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Arahan itulah yang merupakan pedoman kerja yang mengikuti seluruh komponen bangsa melaksanakan kedaulatan rakyat.
Nilai-nilai moral yang terkandung dalam sila Kerakyatan  yang Dipimpin Oleh Hilkmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan:
1.      Ketatatan melaksanakan  keputusan dari hasil musyawarah mufakat.
2.      Ketaatan norma-norma ajaran agama, norma-norma kehidupan dalam masyarakat seperti taat pada hukum adat.
3.      Ketaatan pada hukum/peraturan yang diberlakukan yang tujuannya adalah untuk ketertiban, ketentraman, dan kepentingan bersama.
4.      Ketaatan pada keputusan bersama mengutamakan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi dan kelompok.
5.      Konsisten mentaati hasil  keputusan bersama berdasarkan keputusan musyawarah dan mufakat yang dilandasi semangat kekeluargaan.
e.       Keadilan Sosial
Moral Pancasila yang kelima adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Pengertian Keadilan Sosial muncul dari kesadaran bersama para pendiri negeri ini yang menginginkan keadilan bagi seluruh Rakyat Indonesia. Dalam arti lain, Keadilan bermakna melindungi dan membantu yang tidak berdaya, tidak ada rasa cemburu sosial yang tinggi karena ada kelompok tertentu diberlakukan istimewa yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, contohnya keadilan dalam bidang hukum, keadilan dalam bidang pekerjaan, keadilan dalam pendidikan, keadilan dalam kesehatan, dan lain-lain. Masyarakat yang miskin wajib mendapat perhatian dari pemerintah untuk mewujudkan keadilan, dan juga masyarakat yang terkena musibah wajib dipedulikan dan memperoleh bantuan dari pemerintah siapa saja.
Nilai-nilai moral yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia:
1.      Adil dalam bertindak sewenang-wenag terhadap individu dan kelompok lain, lebih-lebih lagi pada waktu sedang berkuasa.
2.      Adil dalam memberlakukan keputusan hukum, tidak merugikan pihak lain.
3.      Adil agar warga Negara memperoleh hak yang sama mendapatkan pelayan pendidikan dan kesehatan serta pekerjaan.
4.      Adil dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia dan menghargai serta menghormati hak orang lain.
5.      Adil dalam memperdulikan masyarakat miskin dan terrlantar.
6.      Adil diterapkan berlandaskan  pada ajaran agama yang luhur.
7.      Adil terhadap pemeluk agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
8.      Membela keadilan dan kebenaran.
Pancasila yang mengandung nilai-nilai moral yang luhur dijiwai oleh nilai-nilai luhur agama tidak pernah mengajarkan perumusuhan, pertengkaran dan perkelahian. Karena agama tidak mengajarkan ucapan dan perilaku yang seperti itu. Agama cinta pada perdamaian.
Al-Qur’an, surat Al-Hujurat ayat 10-12:
“Sesungguhnya orang mukmin adalah bersaudara, karena itu demikianlah antara kedua saudaramu. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu suatu kamu mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Hai orang-orang yang beriman jauhilah prasangka, sesungguhnya prasangka itu adalah  dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.”
Al-Qur’an, surat Al-Humazah ayat 12:
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela dan pengumpul harta dan menghitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya”.
Sabda Nabi Muhammad SAW:
“Orang-orang mukmin terhadap mukmin lainnya tak ubah ibarat bagaikan suatu bangunan yang saling menguatkan”.
Hadist Riwayat Buchari, Muslim:
“Tidaklah beriman seseorang di antara kiita sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”
Mari kita lihat dan kita contoh beberapa kepemimpinan tingkat dunia seperti Mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton di partai Demokrat bergandengan tangan dengan George Bush (senior) dari partai Republik. Ketika Presiden George Bush (yunior) menugaskan keduannya untuk misi kemanusian membantu bencana tsunami di Aceh. Di Iran misalnya Peresiden Mahmoed Ahmadinejad mengutus Presiden Hashemi Afsanjani yang berbeda aliran dan kubu politik untuk melakukan misi Kuwait. Sikap Hillary Clinton maupun Mac Cain yang bersaing ketat melawan Barak Husein Obama sebagai Presiden. Kenyataan Hillary Clinton diajak bersama dalam pemerintah AS sebagai menteri Luar Negeri, Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda.
Sejarah dunia dan sejarah Indonesia mencatat bahwa Bung Karno sebagai pejuang Indonesia, pendiri dan Proklamator Republik ini mengamalkan nilai-nilai moral Pancasila beliau gagasi melalaui ucapan dan perbuatan yang patut diteladani, beliau mengendepankan keteladanan yaitu mengedepankan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan. Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang beliau putuskan untuk menyelamatkan bangsa dan Negara dari perpecahan yang dapat mengantar pada kehancuran. Negeri  yang telah diperjuangkan dengan darah, harta bahkan nyawa para pejuang jangan sampai sia-sia, itulah keberanian Bung Karno sebagai bukti pengamalan nilai-nilai praktis Pancasila dalam bentuk Dekrit Presiden. Dalam catatan sejarah lainnya yaitu tahun 1961 memutuskan mengeluarkan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) untuk merebut  Irian Barat dari Belanda. Inilah kepemimpinan nasional yang mengaktualisasi nilai-nilai luhur Pancasila yang bersumber dari kepribadian bangsa Indonesia memiliki keluruhan budi bangsa yang tiada tanding (Amin, 2015:100-102)
Hingga kini Pancasila masih relevan bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Tidak hanya sebagai ideology dan Dasar Negara, tetapi juga sebagai Pandangan Hidup Bangsa. Pandangan Hidup tersebut disebut Pancasila atau bukan akan tetap berlaku, karena digali dari nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat. Bung Karno pernah mengingatkan agar Bangsa Indonesia haus melihat sejarah. Bila melihat sejarah, maka mata bangsa Indonesia akan terbuka lebar Bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan dan dinta tanah air. Dari sana pula Bung Karno menemukan lima sila yang terkandung dalam Pancasila. Semua itu lalu dikembangkan untuk  kepentingan nasional mengangkat ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain (Soeprapto, 2004:13)
Nilai-nilai moral Pancasila yang luhur masih tetap relevan dalam setiap bidang pembangunan walaupun zaman selalu berubah, kepemimpinan nasional berganti, elite-elite politik berganti dan semua tokoh-tokoh bangsa silih berganti. Kini waktunya kita kembali kepada nilai-nilai moral Pancasila pada dasarnya merupakan moral pembangunan bangsa. Memang sejatinya nilai-nilai moral Pancasila jangan pernah dikunokan apalagi dilupakan sama sekali,  Ingatlah  bahwa Pancasila merupakan Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia, Pancasila merupakan perjanjian luhur dari pejuang, pendiri dan pemimpin-pemimpin bangsa, Pancasila merupakan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Indonesia, Pancasila merupakan Dasar Negara Republik Indonesia. Bahwa nilai-nilai moral Pancasila tidak akan pernah luntur sampai kapanpun, walau zaman terus berkembang (Amin, 2015:85).
Pancasila adalah dasar, ideology dan falsafah Negara, selanjutnya Negara Indonesia harus berdasarkan Pancasila dan tidak ada isme-isme lain yang bisa menggantikan Pancasila, serta Pancasila merupakan sumber inspirasi dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.
2.1.4 Cara Menjadi Seorang Pemimpin Yang Bermoral Pancasila.
Amin (2015:104-105) menyatakan bahwa Pemimpin yang demokratis dikawal oleh  penegakan hukum, karena keduanya merupakan dua sisi mata uang yang saling member arti. Untuk memilih pimpinan seperti itu persyaratannya adalah rakyat harus cerdas. Untuk melahirkan kepemimpinanyang memiliki karakter yang kuat seperti seperti tersebut bahwa hendaklah berpegang kuat pada bingkai dan Moral Pancasila yang luhur
1.      Pemimpin harus mampu merenunngi arti dari setiap sila-sila Pancasila yang ada, tidak hanya merenungi artinya dan mengamalkannya didalam kehidupan sehari-hari baik ketika menjadi seorang pemimpin maupun ketika tidak menjadi pemimpin.
2.      Pemimpin yang mampu berfungsi sebagai perekat bangsa yang terdiri dari berbagai suku, agama, budaya dan lain-lain pluratistik
3.      Pemimpin yang mampu menjaga egoisme sektoral dan egoisme kelompok dari  kepemimpinan nasional, sebab apabila egoism ini muncul terus, maka keadaan bangsa ini tidak akan berubah
4.      Mengangkat citra kepemimpinan nasional untuk mencapai supaya dipercayai rakyat dengan cara menghindar dari KKN, menghindar dari penyelewengan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, kelompok, dan partai.
5.      Pemimpin harus berkata benar, jujur, amanah, fathonah, dan tabligh, demokratis dan transparan.
6.      Menghindar  dari perbedaan pendapat di kalangan para pemimpin Nasional dan elite politik yang cenderung memicu perselisihan mereka dan kelompoknya, justru perselisihan inilah yang merupakan perilaku tidak terpuji
7.      Pemimpin yang tidak memaksakan kehendak dengan menggunakann kekuasaan.
8.      Mensolidkan atau mensinergikan kerjasama diantara pimpinan nasional dalam memecahkan masalah bangsa. Contohnnya pola hidup sederhana dari pimpinan nasional.
9.      Keteladanan kepemimpinan yang dirindukan oleh rakyat, kepemimpinan yang dirindukan adlah kepemimpinan yang merakyat, Moral Pancasila yang dijadikan pegangan.
10.  Pemimpinan nasional yang berani mengambil kepuutusan dalam situasi yang penting dan genting.
11.  Memiliki tanggung jawab untuk membangun karakter bangsa, menjaga jati diri bangsa yaitu Pancasila.

“Pemimpin yang diinginkan adalah yang kuat karakternya, yang tidak ragu membenarkan dan menyalahkan. Pemimpin yang tidak melihat batas-batas golongan dan kepentingan. Pemimpin yang tidak melihat batas-batas golongan dan kepentingan. Pemimpin transenden, pemimpin yang tidak ambivalen. Berkuasa  tetapi tidak menguasai, kaya tetapi tidak memiliki, cerdas  tetapi tidak menyembunyikan kecerdasannya, jujur tetapi rendah hati, berbicara melalui kerja (banyak bekerja dari pada bicara), termasyur tetapi terbuka, menghibur dengan menangis,  berdoa bukan untuk dirinya.”
                                             (Hamengku Buwono X)
2.2. Studi Kasus                                                                                           
Beranda Headline Korupsi ADD dan Rugikan Negara Rp400 Juta, Kades Cimara Ditahan
Korupsi ADD dan Rugikan Negara Rp400 Juta, Kades Cimara Ditahan
Kamis, 16 November 2017 10:00 WIB
http://www.radarcirebon.com/wp-content/uploads/2017/11/opik.jpg
Kades Cimara (baju abu-abu) Um digiring petugas Kejaksaan Negeri Kuningan untuk menjalani masa tahanan di lapas Kelas IIA Kuningan atas kasus dugaan korupsi dana desa. FOTO:M TAUFIK/RADAR KUNINGAN
KUNINGAN-Tim penyidik Kejaksaan Negeri Kuningan akhirnya melakukan penahanan terhadap Kepala Desa Cimara, Kecamatan Cibeureum Um atas kasus dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2015 dan 2016 hingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp400 juta lebih.
Umar yang sempat menjalani pemeriksaan hampir tujuh jam di ruang Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari, akhirnya dibawa petugas menggunakan mobil tahanan Kejaksaan Negeri Kuningan sekitar pukul 17.00 WIB untuk dititipkan ke Lapas Kuningan. Tampak istri dan beberapa anggota keluarga menyertai kepergian Um meninggalkan Kantor Kejari menuju tempatnya menjalani masa tahanan sambil berurai air mata.
Kepala Kejaksaan Negeri Kuningan Adhyaksa Darma Yuliano SH MH mengatakan, penahanan Um tersebut dilakukan setelah ada ketetapan dari hasil pemeriksaan saksi ahli yaitu BPKP tentang dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka hingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp407.817.450. Adapun pelanggaran yang dilakukan tersangka, yaitu terkait pengelolaan keuangan desa yang diselewengkan.
“Modusnya melaksanakan kegiatan tidak sesuai ketentuan pengelolaan desa, honorer Tim Pengelola Kegiatan (TPK) tidak diberikan dan pengerjaan fisik ada yang fiktif dan dikerjakan sebagian. Selain itu melakukan pemalsuan LPj dan membuat laporan suatu kegiatan padahal tidak ada,” kata Adhyaksa kepada sejumlah awak media.
Kajari melanjutkan, penahanan tersangka Um tersebut dilakukan sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku terhadap setiap tersangka kasus tindak pidana korupsi. Rencananya, Umar akan menjalani masa penahanan selama 20 hari di Lapas Kelas IIA Kuningan hingga proses persidangan nanti.
“Tujuan dilakukan penahanan karena pertimbangan untuk mencegah tersangka melarikan diri dan melakukan perbuatan yang sama serta upaya menghilangkan barang bukti. Penahanan selama 20 hari hingga proses pemberkasan rampung dan kemudian diajukan untuk proses persidangan di Pengadilan Negeri Kuningan,” katanya.
Atas perbuatan tersebut, lanjut Adhyaksa, tersangka dijerat dengan pasal primer Pasal 2 ayat (2) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 tentang pemberantasan korupsi. Selain itu juga dikenakan Pasal 65 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati.
“Alasan kami menerapkan Pasal 65  karena ternyata tersangka juga tercatat pernah melakukan perbuatan serupa beberapa tahun lalu. Karena ada perbuatan berulang, maka kami terapkan pasal tersebut yang menjerat pelakunya dengan ancanam hukuman maksimal pidana mati,” ungkap Adhyaksa didampingi Kasi Pidsus Zainur Rahman. (fik)

2.3. Problem Solving
Dari kasus di atas apa yang dilakukan oleh Kepala Desa Cimara tidak memiliki sifat kepemimpinan yang bermoral Pancasila karena telah melanggar Nilai Moral Pancasila sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia, sila ke empat  Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan sila ke lima yaitu Keadila Sosial Bagi Seluruh Indonesia.
Dalam sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kepala Desa Cimara tidak  memiliki nilai moral keyakinan dan kerukunan hal  ini di tandai dengan sifat Kepala Desa Cimara yang  tidak menjalankan perintah Tuhan nya yang ditandai dengan melakukan tindakan korupsi secara berturut-turut. Karena agama apapun yang di anut oleh setiap individu tentunya tidak diperbolehkan untuk menggambil yang bukan haknya apalagi uang Negara/uang pembangunan masyarakat. Sebaiknya, setiap pemimpin apalagi pemimpin nasional memiliki rasa keyakinan yang tinggi terhadap Tuhannya, dan takut  atas azab Tuhan apabila melanggar perintah-Nya.
Moral Pancasila yang kedua adalah Kemanusiaan Yanng Adil dan Beradab. Kepala Desa tidak memiliki nilai moral kemanusiaan hal ini ditandai dengan Kepala Desa yang mengambil uang rakyat tanpa memperhatikan rakyat kecil yang sulit untuk mendapatkan makanan, sementara dia dengan santainya menggunakan uang pembangunan desa. Sebaiknya, setiap pemimpin baik itu  Kepala Desa ataupun pemimpin nasional yang lain memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi terhadap rakyatnya terutama raakyat kecil, dan mengingat mereka masyarakat kecil yang sulit untuk mendapatkan makanan ketika para pejabat Negara ingin melakukan tindakan pelanggaran seperti korupsi.
Moral Pancasila yang ketiga yaitu Kebanggaan, Kecintaan, dan Kerukunan sebagai wujud nyata dari sila Persatuan Indonesia. Dari kasus diatas dilihat bahwa Kepala Desa Cimara tidak memiliki rasa Kebanggaan dan Kecintaan terhadap NKRI karena Kepala Desa Cimara tidak menghargai perjuangan para pejuang NKRI yang telah gugur, para pejuang NKRI yang berusaha keras untuk memederkakan bangsa Indonesia agar rakyat Indonesia menjadi lebih sejahtera, sementara yang dilakukan oleh Kepala Desa Cimahi sebaliknya. Sebaiknya, para pemimpin nasional memeliki rasa Kebanggaan dan Kecintaan terhadap NKRI, lebih memahami jerih payah para pejuang terdahulu yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, dan mempergunakan uang Negara sesuai dengan fungsinya.
Moral Pancasila yang keempat adalah keataan sebagai wujud dari sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/Perwakilan. Dari kasus diatas Kepala Desa melanggar makna dari Ketaatan kepada rakyat, dimana kerakyatan mengandung makna dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pembangunan tetapi malah disalah gunakan dan digunakan untuk kepentingan pribadinya. Dan dia tidak bijak menjadi wakil rakyat karna mengecewakan masyarakat yang telah memilihnya dengan menjadi Kepala Desa. Sebaiknya, Kepala desa ataupun para pemimpin nasional lain, lebih mendalami makna dari nilai moral sila keempat ketaatan pada rakyat yaitu hak rakyat, dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Moral Pancasila yang kelima adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yaitu nilai moral keadilan. Keadilan bermakna melindungi dan membantu yang tidak berdaya. Pada kasus diatas apa yang dilakukan Kepala Desa Cimara telah melanggar nilai moral keadilan. Dia tidak melindungi bahkan membantu rakyat yang tidak berdaya bahkan membiarkannya hal ini dapat dilihat dari dia yang melakukan korupsi secara berulang. Sebaiknya Kepala Desa ataupun para pemimpin Nasonal lain lebih melindungi dan memperdayakan masyarakat dengan baik, karena para pemimpin tidak akan mendapatkan gelar sebagai pemimpin nasional jika tidak dipilh oleh masyarakat banyak. 
Jadi, untuk para pemimpin nasional lainnya jangan sia-siakan kepercayaan masyarakat, berikan yang terbaik untuk masyarakat dengan menjadi seorang pemimpin yang memiliki sifat kepemimpinan bermoral Pancasila. Pahami dan dalami makna dari setiap sila-sila Pancasila. Jika hal itu telah diterapkan maka masyarakat akan menjadi sejahtera dan bangsa Indonesia yang kita cintai ini akan menjadi Negara maju.















BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Kepemimpinan adalah cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mencapai suatu tujuan tertentu baik dalam menjadi pemimpin nasional ataupun pemimpin di organisasi/instansi lainnya. Pemimpin mempunyai kedudukan paling penting dalam sebuah komunitas.
2.      Kepemimpinan bermoral pancasila mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kepemimpinanya, baik itu nilai ke-Tuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan.
3.      Alasan Kepemimpinan Nasional harus bermoral Pancasila karena Pancasila adalah dasar, ideology dan falsafah, dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Serta, Pancasila merupakan sumber inspirasi dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang dapat dikaji dengan lebih memahami dan merenungi isi dari sila-sila Pancasila.
4.      Cara menjadi seorang pemimpin yang memiliki sifat kepemimpinan Nasional yang bermoral Pancasila yaitu pemimpin harus mampu merenunngi arti dari setiap sila-sila Pancasila yang ada, tidak hanya merenungi artinya dan mengamalkannya didalam kehidupan sehari-hari.
3.2. Refleksi/Paradigma
Dari pembahasan yang dibahas maka sebaiknya setiap pemimpin lebih memikirkan kembali makna dari setiap sila-sila Pancasila, jangan sia-siakan kepercayaan masyarakat yang telah memilih para pemimpin untuk menjadi pemimpin nasional di Negara ini.
Selain itu, sebaiknya para pemimpin terutama pemimpin nasional lebih memikirkan setiap rakyatnya terutama rakyat kecil, yang sulit untuk mendapatkan pekerjaan dengan lebih banyak menciptakan lapangan pekerjaan kepada rakyat, bukan menghabiskan anggaran pembangunan untuk rakyat demi kepentingannya sendiri.
 Jadilah pemimpin seperti kata Sultan Hamengku Buwono X “Pemimpin yang diinginkan adalah yang kuat karakternya, yang tidak ragu membenarkan dan menyalahkan. Pemimpin yang tidak melihat batas-batas golongan dan kepentingan. Pemimpin transenden, pemimpin yang tidak ambivalen. Berkuasa  tetapi tidak menguasai, kaya tetapi tidak memiliki, cerdas  tetapi tidak menyembunyikan kecerdasannya, jujur tetapi rendah hati, berbicara melalui kerja (banyak bekerja dari pada bicara), termasyur tetapi terbuka, menghibur dengan menangis,  berdoa bukan untuk dirinya.”
3.2. Saran.
Setelah saya menulis Karya Ilmiah yang berjudul “Kepemimpinan Bermoral Pancasila” saya memahami bahwa Pancasila hanya dijadikan sebagai hafalan bagi masyarakat pada umumnya terutama pada seorang pemimpin nasional yang ada di Indonesia. Hanya sedikit pemimpin di Indonesia yang mengamalkan nilai-nilai moral Pancasila didalam cara mereka memimpin Negara ini. Jadi saran saya kepada pembaca agar tidak hanya menghafal Pancasila, tetapi juga harus mengamalkan nilai-nilai moral yang terkandung di dalam sila-sila yang ada di dalam Pancasila tersebut. Dimana Pancasila berfungsi sebagai dasar, ideology falsafah, dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dan ini merupakan tugas kita sebagai rakyat Indonesia terutama kita selaku mahasiswa untuk menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan Pancasila dan memberikan contoh untuk selalu menerapkan nilai  moral Pancasila agar tidak terjadi lagi yang namanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para pemimpin-pemimpin yang sekarang maupun yang selanjutnya di Negara yang kita cintai ini.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Amin, Maswardi Muhammad. 2015. Moral Pancasila Jati Diri Bangsa Aktualisasi Ucapan Dan Perilaku Bermoral Pancasila. Yogyakarta: Calpulis.
Armawan, Tri I Nyoman. 2014. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformal Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT. FSG). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Vol IV. No. 3.
Burhan, Wirman. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Depok: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA..
Nawawi, Hadari. 2006. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Soeprapto, R. 2004. Pancasila Menjawab Globalisasi. Jakarta: Yayasan Taman Pustaka.
Suprapto, W dan Kariadi. 2017. Membangun Kepemimpinan Berbasis Nilai-Nilai Pancasila Dalam Perspektif Masyarakat Multikultural. Singkawang. Vol 5 No. 2

www.idsejarah.net/2014/01/kepemimpinan-karakter-pancasila.html (Diakses pada 10 Desember 2017, pukul 21:08)

MATERI SISTEM EKSKRESI KELAS 8 IPA