KARYA
ILMIAH PANCASILA
“KEPEMIMPINAN
BERMORAL PANCASILA”
NAMA
: BS. DITA FITRI
NIM : A1C317054
KELAS : REGULER A
DOSEN
PENGAMPU:
Ahmad
Fauzan, S. Pd., M. Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
DAFTAR
ISI
Daftar
Isi ………………………………………………………………………….ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………................. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………............... 2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka…………………………………………………………......... 3
2.1.1. Pengertian
Kepemimpinan………………………………………………… 3
2.1.2. Kepemimpinan Bermoral Pancasila……………………………................. 5
2.1.3.Alasan
Pancasila dijadikan sebagai landasan kepemimpinan yang bermoral Pancasila di Indonesia…………………………………………….……….. 7
2.1.4 Cara Menjadi Seorang Pemimpin Yang Bermoral
Pancasila………............... 14
2.2. Studi Kasus…………………………………………………………………. 16
2.3. Problem Solving……………………………………………………………... 18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..... 21
3.2. Refleksi/Paradigma………………………………………………………….... 22
3.3. Saran…………………………………………………………..……………... 22
Daftar Pustaka……………………………………………………..……................ 23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kepemimpinan adalah cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin
untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Pemimpin mempunyai kedudukan paling
penting dalam sebuah komunitas, kelompok masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal ini tidak akan aman, maju, terarah jika tidak adanya seorang pemimpin maka
kata kunci keberhasilan suatu bangsa dan negara adalah terletak pada seorang
pemimpin. Pemimpin yang mampu
memberi rasa aman, tentram dan mampu mewujudkan cita-cita rakyatnya adalah
sosok pemimpin yang berhasil dalam kepemimpinanya.
Kepribadian pemimpin nasional yang dirindukan oleh rakyat
adalah “keteladanan”. Keteladanan tentang kebenaran, kejujuran, keadilan,
tentang keberpihakan kepada rakyat. Keteladanan yang diharapkan misalnya para
pemerintah-pemerintah melakukan tugasnya dengan sebenar-benarnya, tidak adalagi
yang melakukan korupsi, didalam pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) siap menerima
lawan (rival) yang menang, sehingga kehidupan Negara dan kehidupan berpolitik
tetap sehat.
Menurut Bapak Zainuddin Saifullah Nainggolan bahwa moral
merupakan sebuah tolak ukur. Moral dapat digunakan untuk mengukur kadar baik
dan buruknya suatu tindakan manusia sebagai anggota masyarakat (member of
society) atau sebagai manusia yang memiliki posisi tertentu atau pekerjaan
tertentu. Jadi, moral addalah suatu keyakinan atau perbuatan tentang benar
salah, baik atau buruk yang sesuai dengan kesepakatan sosial yang mendasar
tindakan ataupun pemikiran.
Pancasila adalah Dasar Negara Indonesia yang lahir dengan
tahap yang panjang, selain itu juga Pancasila dijadikan paradigma dalam
perkembangan bangsa Indonesia menjadi sebuah Negara maju. Pancasila juga dapat
melahirkan pemimpin yang sesuai dengan sila-sila Pancasila baik sila pertama
sampai sila kelima.
Menurut Amin (2015:99-100) moral Pancasila mengamanatkan
kejujuran, kebenaran, persatuan, persaudaraan, keikhlasan, musyawarah dan
keadilan. Kepemimpinan yagn bermoral Pancasila tidak pernah iri, dengki dengan
sahabatnya yang sukses, termasuk menang
dalam pemilihan kepala Negara (Presiden), pemilihan kepala daerah (gubernur dan
bupati/walikota). Ikhlas menerima kekalahan dan mendukung sahabat yang menang.
Kepemimpinan nasional yang seperti ini yang tengah dirindukan oleh rakyat
sekarang, yaitu yang berpandangan hidup (berideologi) Pancasila yang mengandung
nilai-nilai moral yang tinggi atau dengan kata lain kepemimpinan Pancasialis.
Dengan
demekian dibutuhkan sosok pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang
bermoral Pancasila, agar tercapainya masyarakat yang sejahtera, adil dan
merata, terutama dalam menjadi seorang Pemimpin Nasional.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
kepemimpinan?
2.
Apa itu kepemimpinan
bermoral Pancasila?
3.
Mengapa Pancasila
dijadikan sebagai landasan kepemimpinan yang bermoral di Indonesia?
4.
Bagaimana cara menjadi
seorang pemimpin yang bermoral Pancasila?
1.3. Tujuan
1.
Dapat menyelesaikan
tugas Pancasila
2.
Dapat mengetahui
pengertian kepemimpinan.
3.
Dapat mengetahui apa
itu kepemimpinan bermoral Pancasila.
4.
Dapat mengetahui alasan
Pancasila dijadikan sebagai landasan kepemimpinan yang bermoral Pancasila di
Indonesia.
5.
Dapat mengetahui cara menjadi
seorang pemimpin yang bermoral Pancasila.
BAB II
PEMAHASAN
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Nawawi (2006:20-21) menyatakan bahwa:
Salah satu pengertian kepemimpinan telah dikemukakan oleh
Stephen P Robbins yang mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian (tujuan). Pendapat ini memandang
semua anggota kelompok/organisasi sebagai satu kesatuan, sehingga kepemimpinan
diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok/organisasi
agar bersedia melakukan kegiatan/bekerja untuk mencapai tujuan
kelompok/organisasi.
Pengertian berikutnya dikemukakan oleh Robbert G Owens yang
mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu interaksi antar suatu pihak yang
memimpin dengan pihak yang dipimpin. Pendapat ini menyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan proses dinamis yang dilaksanakan melalui hubungan timbal balik antara
pemimpin dan yang dipimpin. Hubungan tersebut berlangsung dan berkembang
melalui transaksi antar pribadi yang saling mendorong dalam mencapai tujuan
bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah hubungan interpersonal
berdasarkan keinginan bersama. Kepemimpinan bukan suatu sebab tetapi akibat
atau hasil dan perilaku kelompok, sehingga tanpa ada anggota (pengikut), maka tidak
ada pemimpin. Pemimpin yang kuat adalah yang diakui dan didukung seluruh
anggotanya.
Armawan (2014:383) menyatakan bahwa:
Kepemimpinan.
Kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang
tidak tampak oleh bawahannya. Kepemimpinan menunjukkan secara langsung maupun
tidak langsung tentang keyakinan seorang pemimpin terhadap kemampua bawahannya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergukan oleh seorang
pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Dalam
hal ini usaha menyelaraskan prepsepsi di antara orang yang akan mempengaruhi
perilaku dengan yang perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting
kedudukannya. Salah satu teori kepemimpinan yang pertama adalah teori sifat
atau teori ciri. Teori jalur tujuan (path Goal Theory) yang dikembangkan oleh
House dalam Kreithner dan Kinicki, menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja
yang lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi
bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga bisa dicapai dengan usaha yang serius. Menurut Bass dan Avolio
dalam Yukl, gaya kepemimpinan terdiri dari gaya kepemimpinan transformasional,
gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan kendali bebas
(laissez-faire). Gaya kepemimpinan transormasional merupakan salah satu
diantara sekian modal, yang menurut Tracey dan Hinkin adalah sebagai sebuah
proses saling meningkattkan di antara para pemimpin dan pengikut ke tingkat
moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.
Kariadi
dan Suprapto (2017:88-89) menyatakan tentang kepemimpinan sebagai berikut:
Kepemimpinan dalam kamus besar bahasa
Indonesia (2008), dijelaskan berasala dari kata pemimpin sering disebut
penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak,
ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah
memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan
dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Istilah
pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang
sama yakni kata pimpin. Dengan demikian kepemimpinan disini secara umum
diadopsi dari kata pemimpin yang memilki makna utama sebagai yang terdepan
dalam membawa sekelompok orang atau masyarakat dalam mencapai tujuannya.
2.1.2. Kepemimpinan
Bermoral Pancasila.
Pada
dasarnya kepemimpinan di Indonesia adalah kepemimpinan yang berlandaskan
nilai-nilai pancasila (Kepemimpinan Pancasila). Kepemimpinan pancasila mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin yang
baik adalah pemimpin yang mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam
kepemimpinanya, baik itu nilai ke-Tuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai
kerakyatan, dan nilai keadilan.
Kepemimpinan
Thesis adalah kepemimpinan yang religius dan melaksanakan hal-hal yang harus
diperbuat yang diperintahkan Tuhannya, dan menjauhkan diri dari setiap larangan
Tuhan dan agamanya. Kepemimipinan ini didasarkan pada sila pertama yaitu
ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Kepemimpinan tipe thesis ini biasanya dimainkan
oleh tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh religius dan pemimpin yang taat pada aturan
agamanya. Ajaran-ajaran agama menjadi tolak ukur setiap tindakan yang diambil
oleh pemimpin yang seperti ini. Konsep kepemimpinan thesis ini sangat susah
diterapkan karena merupakan konsep ideal suatu kepemimpinan, dan merupakan das
sein namun das sollennya tidak semua pemimpin mampu mewujudkannya. Kepemimpinan
tipe ini sangat dipengaruhi oleh ajaran agama yang dianutnya, misalnya islam
dengan gaya nabi panutannya yaitu Nabi Muhammad, kemudian Kristen dengan tokoh
panutannya yaitu Jesust Crist, serta Hindu dan Budha dengan Dewa yang
mereka yakini sebagai tokoh panutan dalam bertindak.
Menurut Zainuddin
Saifullah Nainggolan moral ialah suatu
tendensi rohani untuk melaksanakan seperangkat standar dan norma yang mengatur
perilaku seseorang dan masyarakat. pengertian moral ini berkaitan erat dengan
akhlak manusia atau fitrah manusia yang diciptakan memang dengan kemampuan
untuk membedakan mana yang baik dan buruk.
Pancasila menjadi way of life/pandangan hidup bangsa yang
merupakan pegangan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia merupakan pegangan
dasar bagi setiap warga Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
merupakan modal dasar bagi Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
untuk menciptakan serta melanjutkan cita-cita bangsa yang telah berhasil
diperjuangkan oleh pemimpin-pemimpin bangsa masa lau, bagi generasi penerus
serta anak cucu yang akan datang dapat lebih meningkatkan kualitas hidup dan
kehidupan dari segala aspek, untuk mencapai cita-cita bangsa, kebahagian dan
kesajahteraan yang lebih baik sesuai cita-cita bangsa sebagaimana disebut dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Burhan, 2016:188-189).
Nilai-nilai Moral Pancasila yang berlaku universal (umum)
merupakan bukti bahwa nilai Moral Pancasila tidak akan luntur dan tidak akan
pernah ditinggalkan karena relevansinya
berlaku sepanjang masa, tidak akan ada rakyat Indonesia dan rakyat dari
bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengakui eksistensinya Tuhan (kecuali
atheis). Tidak akan ada rakyat Indonesia dan rakyat dari bangsa-bangsa di dunia
yang tidak menghendaki pemberlakuan keadilan yang berasaskan kepada peradapan,
tidak akan ada rakyat Indonesia dan rakyat dari bangsa-bangsa di dunia yang
menginginkan perpecahan, tetapi sekaligus menjungjung tinggi persatuan, tidak
akan ada rakyat Indonesia dan rakyat dari bangsa-bangsa di dunia yang menolak
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan masalah terutama sekali
menyelesaikan masalah bangsa (Amin, 2015:86)
Amin (2015:99-100) berpendapat tentang kepemimpinan bermoral
Pancasila sebagai berikut:
Moral Pancasila mengamanatkan kejujuran, kebenaran,
persatuan, persaudaraan, keikhlasan, musyawarah dan keadilan. Kepemimpinan yang
bermoral Pancasila tidak pernah iri, dengki dengan sahabatnya yang sukses,
termasuk menang dalam pemilihan kepala Negara (Presiden), pemilihan kepala
gubernur dan bupati/walikota). Ikhlas menerima kekalahan dan mendukung sahabat
yang menang. Kepemimpinan Nasional yang seperti ini yang tengah dirindukan oleh
rakyat sekarang, yaitu yang berpandangan hidup (berideologi) Pancasila yang
mengandung nilai-nilai moral yang tinggi atau dengan kata lain kepemimpinan
Pancasialis.
Jujur dan berkata benar adalah tiangnya agama, kepemimpinan
yang jujur dan berkata benar, tidak berbohong, tidak berdusta, tidak ingkar
janji adalah kepemimpinan yang amanah yang mampu membawa bangsa dan Negara
menuju masa depan yang cemerlang dan gemilang, Indonesia Baru yang dihuni oleh
masyarakat madani, masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Kepemimpinan
seperti ini adalah yang bermoral Pancasila.
Sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya berdusta atas nama ku tidak bisa dipersamakan
dengan kedustaan pada orang lain, maka siapa yang berdusta pada ku dengan
sengaja, maka tempatkanlah dirinya dalam neraka.”
Pidato Khalifah Abu Bakar As-Siddiq RA, dalam memilih profil
seorang pemimpin yang baik:
“Saudara-saudara,
aku telah diangkat menjadi pemimpin bukanlah karena aku yang terbaik di antara
kalian semua. Untuk itu jika aku berbuat
baik bantulah aku, dan jika aku berbuat
salah luruskanlah aku. Safat jujur itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu
adalah penghianatan.”
2.1.3. Alasan Pancasila dijadikan sebagai landasan
kepemimpinan yang bermoral Pancasila di Indonesia.
Amin (2015:20-26) menyatakan bahwa
nilai nilai Moral Pancasila dari sila-sila Pancasila; Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebikaksanaan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. Dijabarkan sebagai berikut:
a. Keyakinan dan Kerukunan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
diyakini kebenarannya adalah Pandangan Hidup Bangsa Indonesia yang telah
dirumuskan para pendiri negri, yaitu Pancasila. Bangsa Indonesia adalah bangsa
yang multi agama. Kerukunan antar umat beragama, inter umat beragama dan antar
umat beragama dengan pemerintah adalah kunci keberhasilan mencapai masyarakat
adil, makmur, aman dan sejahtera.
Nilai-nilai moral yang terkandung
didalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa:
1. Keyakinan terhadap eksistensi Allah Tuhan Yang Maha Kuasa
dalam bentuk konsistensi menjalankan perintah ajaran agama (beribadah dalam
arti luas)
2. Keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa membuahkan perilaku
yang bermoral dalam kehidupan sehari-hari dalam perilaku nyata yang dilandasi
keyakinan masing-masing pemeluk agama.
3. Keyakinan terhadap perilaku saling menghormati, toleransi
antar pemeluk agama dan inter pemeluk agama, merupakan ajaran untuk mewujudkan
kerukunan dan mengharmoniskan kehidupan bermasyarakt, berbangsa dan bernegara.
4. Kebebasan menjalanlan ibadah menurut agama yang diyakini,
tidak ada pemaksaan kehendak kepada orang lain untuk memeluk agama tertentu.
5. Keyakinan bahwa
mewujudkan hablumminallah dan hablumminannas adalah ajaran agama yang
mulia.
b. Keberadaban (Beradab)
Moral Pancasila yang kedua adalah Kemanusiaan Yanng Adil dan
Beradab. Keadilan yang dimaksud adalah cara bertindak yang dilandasi
norma-norma hukum dan norma-norma agama. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran
menurut adab dan beradab yang berlaku, yang diputuskan secara bijaksana yang
dapat diterima orang banyak karena
sesuia dengan keberadaban yang berlaku.
Nilai-nilai moral yang terkandung
dalam dalam sila kemanusiaan Yang Adil dan Beradab:
1. Manusia adalah makhluk yang beradab dalam arti manusia
memiliki martabat, hakikat, derajat yang tinggi sebagai makhluk ciptaan Allah
S.W.T yang paling mulia dibumi.
2. Manusia adalah makhluk yang beragama dan menjalankan perintah
agama menurut nilai-nilai luhur agama yang dianut pemeluknya.
3. Manusia adalah makhluk berrbudaya dan konsisten mewujudkan
perilaku berbudaya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Manusia memiliki daya piker, daya cipta, dan daya karsa untuk
mewujudkan karya yang berbudi demi kemashlatan umat.
5. Manusia adlah makhluk yang tinggi budinya dan kebenaran.
Berarti manusia sejatinya diberlakukan secara adil dan berasab.
c. Kebanggaan, Kecintaan
dan Kerukunan.
Moral Pancassila yang ketiga adalah Kebanggaan, Kecintaan,
dan Kerukunan sebagai wujud nyata dari sila Persatuan Indonesia. Persatuan
artinya satu utuh tak terpisahkan walaupun terdiri dari banyak etnis, buaya,
agama, dan pulau-pulau besar dan kecil yang berpenghuni maupun yang belum
berpenghuni.
Nilai-nilai moral yang terkandung
dalam sila Persatuan Indonesia:
1. Kecintaan dan bangga terhadap Tanah Air, Negara yang
Berdaulat, Bahsa, dan Bendera Merah Putih dengan berusaha semaksimal mungkin
membawa nama besar Bangsa Indonesia kedunia Internasional.
2. Mencintai dan bangga terhadap NKRI sehingga rela berkorban
jiwa, raga dan harta.
3. Mencintai dan bangga sebagai bangsa yang merdeka dan mengisi
kemerdekaan dengan pembangunan yang mensejahterkan rakyat dan mamakmurkan
rakyat.
4. Kebanggan terhadap pejuang yang rela berkorban dan meneruskan
perjuangan para pendiri-pendiri Bangsa yang tercinta ini dan berusaha
meneruskan karakter itu.
5. Mencintai dan bangga kepada para pendiri Negeri ini tanpa
pamrih dmi terwujudnya Negara Republik Indonesia yang Merdeka, Bersatu,
Berdaulat, Adil dan Makmur yang berlandaskan pada nilai kerukunan untuk tetap
bersatu.
6. Kecintaan dan bangga terhadap negeri, bekerja penuh kejujuran
dan kedisiplinan, tanggung jawab dan saling tolong-menolong.
d. Ketaatan
Moral Pancasila yang keempat adalah keataan sebagai wujud
dari sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/Perwakilan. Kerakyatan yang mengandung makna dari rakyat oleh
rakyat, untuk rakyat, inilah yang disebut dengan demokrasi yang hakiki.
Kebijaksanaan yang diambil untuk kepentingan bangsa dan Negara senantiasa
diputuskan bersama melalui rakyat. Dalam pemerintahan dinamakan pemerintah dari rakyat, oleh rakyat
untuk rakyat. Dengan kata lain kedaulatan penuh berada ditangan rakyat.
Pembukaan UUD 1945 memberikan arahan
yang mendasar dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat. Secara lengkap
bunnyinya seperti yang terdapat dalam sila keempat yaitu: Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Arahan
itulah yang merupakan pedoman kerja yang mengikuti seluruh komponen bangsa
melaksanakan kedaulatan rakyat.
Nilai-nilai moral yang terkandung
dalam sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh
Hilkmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan:
1. Ketatatan melaksanakan
keputusan dari hasil musyawarah mufakat.
2. Ketaatan norma-norma ajaran agama, norma-norma kehidupan
dalam masyarakat seperti taat pada hukum adat.
3. Ketaatan pada hukum/peraturan yang diberlakukan yang
tujuannya adalah untuk ketertiban, ketentraman, dan kepentingan bersama.
4. Ketaatan pada keputusan bersama mengutamakan bangsa dan
Negara daripada kepentingan pribadi dan kelompok.
5. Konsisten mentaati hasil
keputusan bersama berdasarkan keputusan musyawarah dan mufakat yang
dilandasi semangat kekeluargaan.
e. Keadilan Sosial
Moral Pancasila yang kelima adalah Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Pengertian Keadilan Sosial muncul dari kesadaran
bersama para pendiri negeri ini yang menginginkan keadilan bagi seluruh Rakyat
Indonesia. Dalam arti lain, Keadilan bermakna melindungi dan membantu yang
tidak berdaya, tidak ada rasa cemburu sosial yang tinggi karena ada kelompok
tertentu diberlakukan istimewa yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat, contohnya keadilan dalam bidang hukum, keadilan dalam bidang
pekerjaan, keadilan dalam pendidikan, keadilan dalam kesehatan, dan lain-lain.
Masyarakat yang miskin wajib mendapat perhatian dari pemerintah untuk
mewujudkan keadilan, dan juga masyarakat yang terkena musibah wajib dipedulikan
dan memperoleh bantuan dari pemerintah siapa saja.
Nilai-nilai moral yang terkandung
dalam sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia:
1. Adil dalam bertindak sewenang-wenag terhadap individu dan
kelompok lain, lebih-lebih lagi pada waktu sedang berkuasa.
2. Adil dalam memberlakukan keputusan hukum, tidak merugikan
pihak lain.
3. Adil agar warga Negara memperoleh hak yang sama mendapatkan
pelayan pendidikan dan kesehatan serta pekerjaan.
4. Adil dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia dan menghargai
serta menghormati hak orang lain.
5. Adil dalam memperdulikan masyarakat miskin dan terrlantar.
6. Adil diterapkan berlandaskan
pada ajaran agama yang luhur.
7. Adil terhadap pemeluk agama sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
8. Membela keadilan dan kebenaran.
Pancasila yang mengandung
nilai-nilai moral yang luhur dijiwai oleh nilai-nilai luhur agama tidak pernah
mengajarkan perumusuhan, pertengkaran dan perkelahian. Karena agama tidak
mengajarkan ucapan dan perilaku yang seperti itu. Agama cinta pada perdamaian.
Al-Qur’an, surat Al-Hujurat ayat 10-12:
“Sesungguhnya orang mukmin adalah bersaudara, karena itu
demikianlah antara kedua saudaramu. Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu suatu kamu mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang
diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Hai orang-orang yang
beriman jauhilah prasangka, sesungguhnya prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang
lain.”
Al-Qur’an, surat Al-Humazah ayat 12:
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela dan pengumpul
harta dan menghitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya”.
Sabda Nabi Muhammad SAW:
“Orang-orang mukmin terhadap mukmin lainnya tak ubah ibarat
bagaikan suatu bangunan yang saling menguatkan”.
Hadist Riwayat Buchari, Muslim:
“Tidaklah beriman seseorang di antara kiita sehingga ia
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”
Mari kita lihat dan kita contoh
beberapa kepemimpinan tingkat dunia seperti Mantan Presiden Amerika Serikat
Bill Clinton di partai Demokrat bergandengan tangan dengan George Bush (senior)
dari partai Republik. Ketika Presiden George Bush (yunior) menugaskan keduannya
untuk misi kemanusian membantu bencana tsunami di Aceh. Di Iran misalnya
Peresiden Mahmoed Ahmadinejad mengutus Presiden Hashemi Afsanjani yang berbeda aliran
dan kubu politik untuk melakukan misi Kuwait. Sikap Hillary Clinton maupun Mac
Cain yang bersaing ketat melawan Barak Husein Obama sebagai Presiden. Kenyataan
Hillary Clinton diajak bersama dalam pemerintah AS sebagai menteri Luar Negeri,
Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda.
Sejarah dunia dan sejarah Indonesia
mencatat bahwa Bung Karno sebagai pejuang Indonesia, pendiri dan Proklamator
Republik ini mengamalkan nilai-nilai moral Pancasila beliau gagasi melalaui
ucapan dan perbuatan yang patut diteladani, beliau mengendepankan keteladanan
yaitu mengedepankan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi
dan golongan. Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang beliau putuskan untuk
menyelamatkan bangsa dan Negara dari perpecahan yang dapat mengantar pada
kehancuran. Negeri yang telah
diperjuangkan dengan darah, harta bahkan nyawa para pejuang jangan sampai
sia-sia, itulah keberanian Bung Karno sebagai bukti pengamalan nilai-nilai
praktis Pancasila dalam bentuk Dekrit Presiden. Dalam catatan sejarah lainnya
yaitu tahun 1961 memutuskan mengeluarkan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) untuk
merebut Irian Barat dari Belanda. Inilah
kepemimpinan nasional yang mengaktualisasi nilai-nilai luhur Pancasila yang
bersumber dari kepribadian bangsa Indonesia memiliki keluruhan budi bangsa yang
tiada tanding (Amin, 2015:100-102)
Hingga kini Pancasila masih relevan
bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Tidak hanya sebagai ideology dan Dasar
Negara, tetapi juga sebagai Pandangan Hidup Bangsa. Pandangan Hidup tersebut disebut
Pancasila atau bukan akan tetap berlaku, karena digali dari nilai-nilai yang
berlaku didalam masyarakat. Bung Karno pernah mengingatkan agar Bangsa
Indonesia haus melihat sejarah. Bila melihat sejarah, maka mata bangsa
Indonesia akan terbuka lebar Bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan
dan dinta tanah air. Dari sana pula Bung Karno menemukan lima sila yang
terkandung dalam Pancasila. Semua itu lalu dikembangkan untuk kepentingan nasional mengangkat ekonomi,
sosial, budaya dan lain-lain (Soeprapto, 2004:13)
Nilai-nilai moral Pancasila yang
luhur masih tetap relevan dalam setiap bidang pembangunan walaupun zaman selalu
berubah, kepemimpinan nasional berganti, elite-elite politik berganti dan semua
tokoh-tokoh bangsa silih berganti. Kini waktunya kita kembali kepada
nilai-nilai moral Pancasila pada dasarnya merupakan moral pembangunan bangsa.
Memang sejatinya nilai-nilai moral Pancasila jangan pernah dikunokan apalagi
dilupakan sama sekali, Ingatlah bahwa Pancasila merupakan Jiwa dan Kepribadian
Bangsa Indonesia, Pancasila merupakan perjanjian luhur dari pejuang, pendiri
dan pemimpin-pemimpin bangsa, Pancasila merupakan Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia Indonesia, Pancasila merupakan Dasar Negara Republik Indonesia. Bahwa
nilai-nilai moral Pancasila tidak akan pernah luntur sampai kapanpun, walau
zaman terus berkembang (Amin, 2015:85).
Pancasila adalah dasar, ideology
dan falsafah Negara, selanjutnya Negara Indonesia harus berdasarkan Pancasila
dan tidak ada isme-isme lain yang bisa menggantikan Pancasila, serta Pancasila
merupakan sumber inspirasi dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.
2.1.4 Cara Menjadi
Seorang Pemimpin Yang Bermoral Pancasila.
Amin (2015:104-105) menyatakan
bahwa Pemimpin yang demokratis dikawal oleh
penegakan hukum, karena keduanya merupakan dua sisi mata uang yang
saling member arti. Untuk memilih pimpinan seperti itu persyaratannya adalah
rakyat harus cerdas. Untuk melahirkan kepemimpinanyang memiliki karakter yang
kuat seperti seperti tersebut bahwa hendaklah berpegang kuat pada bingkai dan
Moral Pancasila yang luhur
1. Pemimpin harus mampu merenunngi arti dari setiap sila-sila
Pancasila yang ada, tidak hanya merenungi artinya dan mengamalkannya didalam
kehidupan sehari-hari baik ketika menjadi seorang pemimpin maupun ketika tidak
menjadi pemimpin.
2. Pemimpin yang mampu berfungsi sebagai perekat bangsa yang
terdiri dari berbagai suku, agama, budaya dan lain-lain pluratistik
3. Pemimpin yang mampu menjaga egoisme sektoral dan egoisme
kelompok dari kepemimpinan nasional,
sebab apabila egoism ini muncul terus, maka keadaan bangsa ini tidak akan
berubah
4. Mengangkat citra kepemimpinan nasional untuk mencapai supaya
dipercayai rakyat dengan cara menghindar dari KKN, menghindar dari
penyelewengan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, kelompok, dan partai.
5. Pemimpin harus berkata benar, jujur, amanah, fathonah, dan
tabligh, demokratis dan transparan.
6. Menghindar dari
perbedaan pendapat di kalangan para pemimpin Nasional dan elite politik yang
cenderung memicu perselisihan mereka dan kelompoknya, justru perselisihan
inilah yang merupakan perilaku tidak terpuji
7. Pemimpin yang tidak memaksakan kehendak dengan menggunakann
kekuasaan.
8. Mensolidkan atau mensinergikan kerjasama diantara pimpinan
nasional dalam memecahkan masalah bangsa. Contohnnya pola hidup sederhana dari
pimpinan nasional.
9. Keteladanan kepemimpinan yang dirindukan oleh rakyat,
kepemimpinan yang dirindukan adlah kepemimpinan yang merakyat, Moral Pancasila
yang dijadikan pegangan.
10. Pemimpinan nasional yang berani mengambil kepuutusan dalam
situasi yang penting dan genting.
11. Memiliki tanggung jawab untuk membangun karakter bangsa,
menjaga jati diri bangsa yaitu Pancasila.
“Pemimpin
yang diinginkan adalah yang kuat karakternya, yang tidak ragu membenarkan dan
menyalahkan. Pemimpin yang tidak melihat batas-batas golongan dan kepentingan.
Pemimpin yang tidak melihat batas-batas golongan dan kepentingan. Pemimpin
transenden, pemimpin yang tidak ambivalen. Berkuasa tetapi tidak menguasai, kaya tetapi tidak
memiliki, cerdas tetapi tidak
menyembunyikan kecerdasannya, jujur tetapi rendah hati, berbicara melalui kerja
(banyak bekerja dari pada bicara), termasyur tetapi terbuka, menghibur dengan
menangis, berdoa bukan untuk dirinya.”
(Hamengku
Buwono X)
2.2. Studi Kasus
Korupsi ADD dan Rugikan Negara Rp400 Juta, Kades
Cimara Ditahan
Kamis, 16
November 2017 10:00 WIB
Kades Cimara (baju abu-abu) Um
digiring petugas Kejaksaan Negeri Kuningan untuk menjalani masa tahanan di lapas
Kelas IIA Kuningan atas kasus dugaan korupsi dana desa. FOTO:M TAUFIK/RADAR
KUNINGAN
KUNINGAN-Tim penyidik Kejaksaan
Negeri Kuningan akhirnya melakukan penahanan terhadap Kepala Desa Cimara,
Kecamatan Cibeureum Um atas kasus dugaan korupsi dana desa tahun anggaran 2015
dan 2016 hingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp400 juta lebih.
Umar yang sempat menjalani pemeriksaan
hampir tujuh jam di ruang Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari, akhirnya dibawa
petugas menggunakan mobil tahanan Kejaksaan Negeri Kuningan sekitar pukul 17.00
WIB untuk dititipkan ke Lapas Kuningan. Tampak istri dan beberapa anggota
keluarga menyertai kepergian Um meninggalkan Kantor Kejari menuju tempatnya
menjalani masa tahanan sambil berurai air mata.
Kepala Kejaksaan Negeri Kuningan Adhyaksa
Darma Yuliano SH MH mengatakan, penahanan Um tersebut dilakukan setelah ada
ketetapan dari hasil pemeriksaan saksi ahli yaitu BPKP tentang dugaan tindak
pidana korupsi yang dilakukan tersangka hingga menyebabkan kerugian negara
sebesar Rp407.817.450. Adapun pelanggaran yang dilakukan tersangka, yaitu
terkait pengelolaan keuangan desa yang diselewengkan.
“Modusnya melaksanakan kegiatan tidak
sesuai ketentuan pengelolaan desa, honorer Tim Pengelola Kegiatan (TPK) tidak
diberikan dan pengerjaan fisik ada yang fiktif dan dikerjakan sebagian. Selain
itu melakukan pemalsuan LPj dan membuat laporan suatu kegiatan padahal tidak
ada,” kata Adhyaksa kepada sejumlah awak media.
Kajari melanjutkan, penahanan tersangka Um
tersebut dilakukan sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku
terhadap setiap tersangka kasus tindak pidana korupsi. Rencananya, Umar akan
menjalani masa penahanan selama 20 hari di Lapas Kelas IIA Kuningan hingga
proses persidangan nanti.
“Tujuan dilakukan penahanan karena pertimbangan
untuk mencegah tersangka melarikan diri dan melakukan perbuatan yang sama serta
upaya menghilangkan barang bukti. Penahanan selama 20 hari hingga proses
pemberkasan rampung dan kemudian diajukan untuk proses persidangan di
Pengadilan Negeri Kuningan,” katanya.
Atas perbuatan tersebut, lanjut Adhyaksa,
tersangka dijerat dengan pasal primer Pasal 2 ayat (2) subsider Pasal 3 jo
Pasal 18 UU Nomor 31/1999 tentang pemberantasan korupsi. Selain itu juga
dikenakan Pasal 65 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati.
“Alasan kami menerapkan Pasal 65
karena ternyata tersangka juga tercatat pernah melakukan perbuatan serupa
beberapa tahun lalu. Karena ada perbuatan berulang, maka kami terapkan pasal
tersebut yang menjerat pelakunya dengan ancanam hukuman maksimal pidana mati,”
ungkap Adhyaksa didampingi Kasi Pidsus Zainur Rahman. (fik)
2.3. Problem
Solving
Dari kasus di atas apa
yang dilakukan oleh Kepala Desa Cimara tidak memiliki sifat kepemimpinan yang
bermoral Pancasila karena telah melanggar Nilai Moral Pancasila sila pertama
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua yaitu Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia, sila ke empat Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan sila ke lima yaitu Keadila
Sosial Bagi Seluruh Indonesia.
Dalam sila pertama
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kepala Desa Cimara tidak memiliki nilai moral keyakinan dan kerukunan
hal ini di tandai dengan sifat Kepala
Desa Cimara yang tidak menjalankan
perintah Tuhan nya yang ditandai dengan melakukan tindakan korupsi secara
berturut-turut. Karena agama apapun yang di anut oleh setiap individu tentunya
tidak diperbolehkan untuk menggambil yang bukan haknya apalagi uang Negara/uang
pembangunan masyarakat. Sebaiknya, setiap pemimpin apalagi pemimpin nasional
memiliki rasa keyakinan yang tinggi terhadap Tuhannya, dan takut atas azab Tuhan apabila melanggar
perintah-Nya.
Moral Pancasila yang
kedua adalah Kemanusiaan Yanng Adil dan Beradab. Kepala Desa tidak memiliki
nilai moral kemanusiaan hal ini ditandai dengan Kepala Desa yang mengambil uang
rakyat tanpa memperhatikan rakyat kecil yang sulit untuk mendapatkan makanan,
sementara dia dengan santainya menggunakan uang pembangunan desa. Sebaiknya, setiap
pemimpin baik itu Kepala Desa ataupun
pemimpin nasional yang lain memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi terhadap
rakyatnya terutama raakyat kecil, dan mengingat mereka masyarakat kecil yang
sulit untuk mendapatkan makanan ketika para pejabat Negara ingin melakukan
tindakan pelanggaran seperti korupsi.
Moral Pancasila yang
ketiga yaitu Kebanggaan, Kecintaan, dan Kerukunan sebagai wujud nyata dari sila
Persatuan Indonesia. Dari kasus diatas dilihat bahwa Kepala Desa Cimara tidak
memiliki rasa Kebanggaan dan Kecintaan terhadap NKRI karena Kepala Desa Cimara
tidak menghargai perjuangan para pejuang NKRI yang telah gugur, para pejuang
NKRI yang berusaha keras untuk memederkakan bangsa Indonesia agar rakyat
Indonesia menjadi lebih sejahtera, sementara yang dilakukan oleh Kepala Desa
Cimahi sebaliknya. Sebaiknya, para pemimpin nasional memeliki rasa Kebanggaan
dan Kecintaan terhadap NKRI, lebih memahami jerih payah para pejuang terdahulu
yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia, dan mempergunakan uang Negara
sesuai dengan fungsinya.
Moral Pancasila yang
keempat adalah keataan sebagai wujud dari sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/Perwakilan. Dari kasus diatas Kepala
Desa melanggar makna dari Ketaatan kepada rakyat, dimana kerakyatan mengandung
makna dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Uang yang seharusnya digunakan
untuk kepentingan pembangunan tetapi malah disalah gunakan dan digunakan untuk
kepentingan pribadinya. Dan dia tidak bijak menjadi wakil rakyat karna
mengecewakan masyarakat yang telah memilihnya dengan menjadi Kepala Desa.
Sebaiknya, Kepala desa ataupun para pemimpin nasional lain, lebih mendalami
makna dari nilai moral sila keempat ketaatan pada rakyat yaitu hak rakyat, dari
rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
Moral Pancasila yang
kelima adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yaitu nilai moral
keadilan. Keadilan bermakna melindungi dan membantu yang tidak berdaya. Pada
kasus diatas apa yang dilakukan Kepala Desa Cimara telah melanggar nilai moral
keadilan. Dia tidak melindungi bahkan membantu rakyat yang tidak berdaya bahkan
membiarkannya hal ini dapat dilihat dari dia yang melakukan korupsi secara
berulang. Sebaiknya Kepala Desa ataupun para pemimpin Nasonal lain lebih
melindungi dan memperdayakan masyarakat dengan baik, karena para pemimpin tidak
akan mendapatkan gelar sebagai pemimpin nasional jika tidak dipilh oleh
masyarakat banyak.
Jadi, untuk para
pemimpin nasional lainnya jangan sia-siakan kepercayaan masyarakat, berikan yang
terbaik untuk masyarakat dengan menjadi seorang pemimpin yang memiliki sifat
kepemimpinan bermoral Pancasila. Pahami dan dalami makna dari setiap sila-sila
Pancasila. Jika hal itu telah diterapkan maka masyarakat akan menjadi sejahtera
dan bangsa Indonesia yang kita cintai ini akan menjadi Negara maju.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari makalah diatas
dapat disimpulkan bahwa:
1. Kepemimpinan adalah cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin
untuk mencapai suatu tujuan tertentu baik dalam menjadi pemimpin nasional
ataupun pemimpin di organisasi/instansi lainnya. Pemimpin mempunyai kedudukan
paling penting dalam sebuah komunitas.
2. Kepemimpinan bermoral pancasila
mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kepemimpinanya, baik itu nilai ke-Tuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan,
nilai Kerakyatan,
dan nilai Keadilan.
3. Alasan Kepemimpinan Nasional harus bermoral Pancasila karena
Pancasila adalah dasar, ideology dan falsafah, dan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Serta, Pancasila merupakan sumber inspirasi dalam menyelesaikan
berbagai persoalan bangsa yang dapat dikaji dengan lebih memahami dan merenungi
isi dari sila-sila Pancasila.
4. Cara menjadi seorang pemimpin yang memiliki sifat
kepemimpinan Nasional yang bermoral Pancasila yaitu pemimpin harus mampu
merenunngi arti dari setiap sila-sila Pancasila yang ada, tidak hanya merenungi
artinya dan mengamalkannya didalam kehidupan sehari-hari.
3.2.
Refleksi/Paradigma
Dari pembahasan yang
dibahas maka sebaiknya setiap pemimpin lebih memikirkan kembali makna dari
setiap sila-sila Pancasila, jangan sia-siakan kepercayaan masyarakat yang telah
memilih para pemimpin untuk menjadi pemimpin nasional di Negara ini.
Selain itu, sebaiknya
para pemimpin terutama pemimpin nasional lebih memikirkan setiap rakyatnya
terutama rakyat kecil, yang sulit untuk mendapatkan pekerjaan dengan lebih
banyak menciptakan lapangan pekerjaan kepada rakyat, bukan menghabiskan
anggaran pembangunan untuk rakyat demi kepentingannya sendiri.
Jadilah pemimpin seperti kata Sultan Hamengku
Buwono X “Pemimpin yang diinginkan adalah yang kuat karakternya, yang tidak
ragu membenarkan dan menyalahkan. Pemimpin yang tidak melihat batas-batas
golongan dan kepentingan. Pemimpin transenden, pemimpin yang tidak ambivalen.
Berkuasa tetapi tidak menguasai, kaya
tetapi tidak memiliki, cerdas tetapi
tidak menyembunyikan kecerdasannya, jujur tetapi rendah hati, berbicara melalui
kerja (banyak bekerja dari pada bicara), termasyur tetapi terbuka, menghibur
dengan menangis, berdoa bukan untuk
dirinya.”
3.2. Saran.
Setelah saya menulis Karya Ilmiah yang berjudul “Kepemimpinan Bermoral
Pancasila” saya memahami bahwa Pancasila hanya dijadikan sebagai hafalan bagi masyarakat
pada umumnya terutama pada seorang pemimpin nasional yang ada di Indonesia.
Hanya sedikit pemimpin di Indonesia yang mengamalkan nilai-nilai moral
Pancasila didalam cara mereka memimpin Negara ini. Jadi saran saya kepada
pembaca agar tidak hanya menghafal Pancasila, tetapi juga harus mengamalkan
nilai-nilai moral yang terkandung di dalam sila-sila yang ada di dalam
Pancasila tersebut. Dimana Pancasila berfungsi sebagai
dasar, ideology falsafah, dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dan ini merupakan
tugas kita sebagai rakyat Indonesia terutama kita selaku mahasiswa untuk
menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan Pancasila dan memberikan contoh
untuk selalu menerapkan nilai moral
Pancasila agar tidak terjadi lagi yang namanya pelanggaran hukum yang dilakukan
oleh para pemimpin-pemimpin yang sekarang maupun yang selanjutnya di Negara
yang kita cintai ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Amin, Maswardi Muhammad. 2015. Moral Pancasila Jati Diri Bangsa Aktualisasi
Ucapan Dan Perilaku Bermoral Pancasila. Yogyakarta: Calpulis.
Armawan, Tri I Nyoman. 2014. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformal Dan
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT. FSG). Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada. Vol IV. No. 3.
Burhan, Wirman. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Depok: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA..
Nawawi, Hadari. 2006. Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi.Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Soeprapto, R. 2004. Pancasila Menjawab Globalisasi. Jakarta:
Yayasan Taman Pustaka.
Suprapto, W dan Kariadi. 2017. Membangun
Kepemimpinan Berbasis Nilai-Nilai Pancasila Dalam Perspektif Masyarakat
Multikultural. Singkawang.
Vol 5 No. 2
www.Definisipengertian.net/pengertian-moral-etika-menurut-ahli-danperbedaannya.com
(Diakses pada 10 Desember 2017, pukul 22:23)
www.idsejarah.net/2014/01/kepemimpinan-karakter-pancasila.html
(Diakses pada 10 Desember 2017, pukul 21:08)
www.radarcirebon.com/korupsi-add-dan-rugikan-negara-rp400-juta-kades-cimara-ditahan.html
(Diakses Pada 11 Desember 2017, pukul 12:21)